3#Pandawa dan Marsha

31.9K 1.9K 388
                                    

Happy 20k readers!

Pembaca yang baik adalah mereka yang tau caranya menghargai karya orang lain.

Happy reading<3

Ada dua hal yang membuat Julian betah berlama-lama di sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada dua hal yang membuat Julian betah berlama-lama di sekolah. Yang pertama karena kehadiran teman-temannya, yang kedua adalah Marsha.

Ini bagian yang paling Julian sukai dalam menceritakan perjalanan hidupnya selama 18 tahun terakhir. Bagaimana pertemuan tak terduga dengan seorang gadis yang nyaris bunuh diri di tepi sungai dua tahun yang lalu, menjelma menjadi seorang anggota OSIS dengan almamater bewarna kelabu.

Julian tidak pernah menyangka jika mereka kembali dipertemukan dalam satu sekolah yang sama. Bahkan gadis itu kerapkali merazia dirinya dan tanpa sungkan menggebuk bokong paripurnanya sebagai hukuman.

Entah apa yang melatarbelakangi aksinya yang hendak bunuh diri kala itu, sampai saat ini Julian tidak tahu. Ia ingin menyelidiki lebih, namun pemikiran itu berhasil urung setelah Julian menyadari jika setiap orang memiliki privasi. Gadis itu tertutup sekali. Dan Julian tidak berhak memaksanya membuka suara selain mensyukuri jika kini gadis itu sudah baik-baik saja.

Julian masih berdiri mengamatinya dari kejauhan. Tersenyum lebar menikmati beberapa murid yang mengantri diperiksa oleh Marsha hari ini.  Wajahnya yang terlihat serius dengan mulut komat-kamit menjelaskan peraturan sekolah membuat Julian terkikik geli. Lalu tergelak setelah pandangan Marsha terarah pada Julian dengan tampang kesal sambil berkacak pinggang.

"Julian Argawinata!" Dia mulai memanggil.

"Iya, calon bini."

Lantas Julian mengambil langkah mendekat. Dengan kedua tangan yang mengantongi saku celana serta dua kancing teratasnya yang sengaja dibiarkan terbuka. Kontras dengan sebagian murid yang bersungut-sungut kena razia oleh Marsha. Julian malah terlihat suka.

Begitu Julian berada di hadapannya, Marsha mulai bersedekap dada. "Lo kemarin ikut tawuran lagi ya?"

Julian jelas tergelak. "Ah kata siapa?"

"Udah, jujur aja."

"Enggak kok. Bukan tawuran. Cuma main pukul-pukulan doang." Julian menjeda hanya untuk menunduk tepat di samping telinga Marsha. "Tapi pakai senjata."

Decakan keluar dari mulut Marsha. Julian dengan segala kengelesannya. "Kalau lo nggak mau ngaku, biar buntut lo aja yang bakal gue paksa bilang."

"Lah buntut apaan? Lo kira gue kera ada buntutnya?"

"Tuh." Secepat pertanyaan itu terlontar, Marsha dengan santainya mengendikkan dagu ke arah belakang tubuh Julian.

Dan ketika Julian berbalik badan, satu persatu kepala menyembul di balik barisan yang dipimpin seorang temannya yang dengan sempat-sempatnya melambaikan tangan sambil menyengir kuda.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang