36# Hari Patah Hati

717 53 7
                                    

Pembaca yang baik adalah mereka
yang tau caranya menghargai karya orang lain.

Happy reading<3

Pagi hari di sekolah SMA Pandawa, anggota inti Xavior gang sudah sibuk dengan kegiatan yang cukup terburu-buru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari di sekolah SMA Pandawa, anggota inti Xavior gang sudah sibuk dengan kegiatan yang cukup terburu-buru. Terlihat dari kejauhan, Arsenal tampak tergesa-gesa berlari dari lantai pertama menuju koridor lantai tiga dan berhenti di salah satu kelas tetangga dengan plastik berisi banyak bunga. 

"Nih. Lo bantu gue buat taburin ini nanti?"

"Buset, ngapain lo ngasih banyak kembang ke gue, Arsen? Nyuruh gue ziarah lo?"

"Ah, banyak tanya. Lakuin aja tugas lo," jawab Arsenal tak mau ambil pusing. Kemudian lelaki berkulit putih itu kembali menuruni tangga dan pergi dari sana. 

Sementara di lantai paling bawah, sebagian besar para murid perempuan dihebohkan dengan kehadiran Abrisam yang datang bersama motor besarnya dengan boneka beruang berukuran besar yang dibocengnya. Sontak saja hal itu mengundang banyak tanya. Apakah lelaki tertampan kedua di SMA Pandawa yang terkenal soft poken abis itu akan segera 'nembak' wanita?

Tapi alih-alih diberikan pada gadis yang dicinta, Abrisam justru memberikan boneka beruang berwarna krem itu kepada Julian. Semua orang lantas ternganga. Semakin dibuat kaget saja. 

"Apa? Ini buat calon pacar gue." Seolah tahu apa yang ada dipikiran semua orang yang kini menatapnya dengan tatapan tak percaya, Julian berkata demikian. "Makasih ya, Sam."

Abrisam mengangguk dan memberikan bunga pesanan ketua nya juga. 

Berbeda dengan Abrisam yang cukup antusias, Gama sang wakil ketua Xavior gang melangkah mendekati mereka dengan wajah penuh keraguan. "Udah lebih dari empat puluh kali loh, Jul. Lo yakin bakal diterima?"

Julian dengan santai menoleh. "Yaelah, Gam. Baru empat puluh, anying. Belum juga empat puluh lima."

"Lo kira tahun merdekanya Indonesia?"

"Lo tenang, Gam. Selama perasaan gue masih besar buat dia, gue bakal tetep berjuang.

"Dasar lo bucin akut," sahut Gama dengan satu bibir terangkat membentuk senyuman sinis. 

"Lagipula emangnya lo nggak liat antusiasnya semua orang?" tanya Julian menggerakan tangannya untuk memperlihatkan keadaan sekitar.

Gama mengikuti arah pandang Julian dan melihat seberapa orang yang antusias dengan percobaan ke empat puluh lelaki itu untuk menembak seorang Marsha Ilona. Tapi yang tidak ia tahu adalah ...Dimana letak keantusiasannya?

Di ujung sana, Gentala dengan malas mempilok spanduk besar di lapangan. Madhava menghias sesuatu yang akan meramaikan suasana nantinya. Sementara sebagian besar siswa yang lain sibuk dengan urusan masing-masing. 

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang