Pembaca yang baik adalah mereka
yang tau caranya menghargai karya orang lain.Happy reading<3
"Bukannya nggak boleh jatuh cinta, cuma lo harus tahu situasinya."
Julian sudah menaikan nada bicara dan terlihat jelas jika ketua Xavior gang itu kini mulai marah. Alisnya terangkat dengan urat-urat di leher yang kian jelas terlihat. Sementara Rainer yang semula berani menatap penuh Julian kini menunduk. Julian benar, Rainer tidak punya kekuatan besar dan tak boleh lengah sedikitpun.
Tarikan napas keluar dari mulut Julian. Lelaki itu juga sempat memejamkan matanya untuk menetralkan emosi. "Gue egois kalau larang lo jatuh cinta sedangkan gue juga lagi ngerasain hal yang sama. Gue cuma mau berpesan sama lo untuk hati-hati dan cari tau siapa cewe ini sebenarnya biar lo tetap aman."
Rainer baru menoleh begitu tepukan halus terasa di bahunya. Ia melihat Julian mulai bangkit berdiri. "Sorry kalau gue agak nyolot. Balik ke dalam dan nggak usah terlalu dipikirin."
Bagaimana pun juga, Rainer adalah sahabat sekaligus orang kepercayaannya. Ia tidak boleh menghakimi Rainer sesuka hati. Setiap orang pernah salah langkah. Beberapa orang pernah mencintai diwaktu yang salah. Itulah sebabnya Julian tak ambil pusing karena ia merasa Rainer sudah cukup dewasa menanganinya. Setelah memberi wejangan kepada Rainer, ia berjalan menuju markas lagi.
Begitu masuk ke dalam, seisi markas kompak menoleh pada Julian. Mereka penasaran sebab obrolan Julian dan Rainer cukup tertutup kali ini. Bukan tidak mungkin jika Julian merencanakan sesuatu atau Rainer berbuat salah pada ketua mereka itu.
"What's wrong, bro? Apa ada masalah?" Salah satunya bertanya.
Julian menggeleng. "Cuma ngasih wejangan dikit sama bocah tengik."
Mereka mengangguk.
"Serius, Jultot. Kalau ada sesuatu Lo bisa sampaikan sama kita. Dua hari lagi ulang tahun Xavior gang dan jangan sampai ada kendala," ujar Gama begitu Julian duduk di sofa sampingnya.
"Enggak ada. Bukan masalah besar yang bisa pengaruhi acara itu. Kita ramein aja. Anggap nggak ada apa-apa."
Karena tidak mau memperburuk keadaan dan membuat suasana menjadi canggung, mereka lagi-lagi mengangguk paham. Begitu Rainer masuk ke markas dengan wajah piasnya, mereka tidak coba bertanya dan memilih bersikap biasa-biasa saja.
****
"JULIAN, KAN IBU UDAH BILANG KALAU MATEMATIKA ITU BUTUH PERHITUNGAN. BUKAN RAMALAN!"
"Ya kan saya udah berusaha semaksimal mungkin, Bu."
"Apa yang kamu bilang maksimal, hah? Emang ibu nggak denger tadi kamu nyanyi ; Tang ting tung, siapa yang beruntung ...Itulah jawabannya?"
"Itu berarti saya udah memasrahkan diri, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Teen Fiction"Kalau lo tau gue depresi, gimana?" "Gue temenin. Gue bantuin lo sampai lo sembuh. Gue bakalan jadi obat buat lo-"Ada jeda setelahnya. Dimana sepasang mata tajam Julian menyipit membaca name tag pada seragam gadis di hadapannya. "Marsha Ilona." ****...