Pembaca yang baik adalah mereka
yang tau caranya menghargai karya orang lain.Happy reading<3
Marsha menutup ponselnya setelah mengiyakan perkataan Julian di room chat mereka. Ia yang kini tengah dalam posisi merebahkan diri di atas kasur biru bergambar kartun Stitch itu menyadari jika Julian pasti tengah merasa kecewa dengan dirinya. Padahal Marsha tidak berniat membohongi lelaki baik itu. Ia hanya tidak ingin Julian kian bertarung dengan The Zurrel.
Lagipula, itu hanyalah masa lalu. Marsha tidak menanggapi Allucard sama sekali meski lelaki blasteran itu masih mengejarnya hingga kini. Ia menghela napas panjang dan memutuskan untuk bangkit berdiri.
"Lian nggak akan marah tapi dia pasti ngerasa sedih," monolog Marsha memanyunkan bibirnya.
Mengalihkan perasaan hampanya, Marsha membuka lemari dan menyiapkan baju sebelum memutuskan untuk mandi. Julian tidak mengirimkannya pesan semenjak ia diintrogasi di markas Xavior gang dan sore hari ini ia baru mengabari Marsha sekaligus memperingatkan dirinya.
"Maaf ya Lian, gue sering bikin lo luka ..."
Lalu Marsha berjalan menuju pintu. Mengintip sedikit dari balik celah yang terbuka untuk memastikan tidak ada ayah tirinya. Sedikit infomasi, setelah dihajar Julian habis-habisan, Galen tidak menampakkan dirinya sama sekali hingga hari ini.
Mungkin ia sedang menghindar karena takutnya Miranda akan percaya dengan Marsha. Entahlah, Marsha terlalu pusing memikirkan semuanya.
Setelah dirasa keadaan rumah mulai aman, Marsha bergerak mengambil satu strip obat tablet dan keluar dari kamar. Ia harus meminum ini segera sebelum ketauan orang dalam rumahnya. Bukan untuk meredakan nyeri atau pusing karena sedang tidak enak badan, Marsha sering meminum ini untuk mengontrol emosional dan mengatur ketakutan yang kian menjalar.
Ya. Anti-depresan
****
Malam harinya, sekitar pukul sebelas lewat lima, Julian pergi bersama motor besarnya membelah jalan raya. Ia hendak melarikan diri dari rumah karena didalam sana ia seolah tak diizinkan untuk berdiam diri di dalam kamar.
Akan selalu ada teriakan memanggil atau usaha dari keluarganya membujuk dengan berbagai macam cara. Mungkin karena terbiasa aktif dan menyenangkan, orang tua serta abang-abangnya begitu khawatir mendapati dirinya berbeda hari ini. Tetapi Julian juga tidak akan bunuh diri.
Ia hanya membutuhkan waktu menerima fakta bahwa gadis yang ia suka adalah mantan dari musuhnya sendiri. Selebihnya, Julian tetap bersikap seperti biasa. Mengobrol bersama Paps Jun sekedarnya, memakan masakan Mom Jes, melawan ejekan Juna dan menerima nasihat Juan.
"Big bos."
Julian sampai di depan markas dan disambut dengan baik oleh junior-juniornya yang sedang berkumpul di teras. Mereka membawa gitar seperti biasa dan beberapa lainnya sedang makan atau merokok. Hanya saja Julian merasa ada yang berbeda ketika menyadari tidak ada kehadiran seorang Rainer Hastanta.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Jugendliteratur"Kalau lo tau gue depresi, gimana?" "Gue temenin. Gue bantuin lo sampai lo sembuh. Gue bakalan jadi obat buat lo-"Ada jeda setelahnya. Dimana sepasang mata tajam Julian menyipit membaca name tag pada seragam gadis di hadapannya. "Marsha Ilona." ****...