Prolog

66.3K 4.5K 85
                                    

Yang baca cerita ini, wajib follow akun raaniifz
Dan juga Instagram
@quentinsakya

⚠️Setiap adegan selfharm dan kekerasan, bukan untuk ditiru tapi dijadikan pelajaran⚠️

⚠️Rate 17+⚠️

****

"Sayang..."

"Kamu dimana? Aku bukan rentenir penagih utang. Jadi jangan ngilang."

Tangan yang semula terangkat hendak menggapai buku di suatu rak bertingkat kembali ditariknya turun. Jemari lentiknya terkatup. Ia menoleh sesaat pada pintu yang tertutup untuk kemudian menggulum senyum.

Begitu pintu kayu terbuka lebar, sosok tinggi berambut hitam pekat masuk perlahan-lahan. Sambil menyipitkan matanya menelisik, lelaki itu menggerakkan satu jemarinya dengan gerak menunjuk-nunjuk. Menyiratkan jika kekasihnya telah ketahuan olehnya masuk ke dalam kamar tepatnya pada perpustakaan mini di sudut ruang.

"Ternyata kamu di sini... aku udah nyari kemana-mana loh tadi," katanya mencebikkan bibir.

Alih-alih meminta maaf, gadis itu malah dengan cepat menarik asal buku yang berjejer rapi di rak. Menutup wajahnya guna mengumpat meski bagian bawah tubuhnya tetap jelas terlihat.

Lantas dengan begitu saja, lelaki tadi terkikik geli. "Aku kira kamu main petak umpet. Kalau gitu sekarang kamu udah ketahuan, sayang."

Gadisnya masih geming. Yang membuat ia akhirnya mengambil langkah mendekat. Derap langkahnya terdengar mengetuk lantai. Menambah suara bising gemuruh petir yang menyambar-nyambar di suatu petang berhujan.

Kedua tangannya tenggelam dalam saku celana. Gadisnya begitu lucu dan kekanakan. Ia sudah akan menarik turun buku yang menutupi wajah gadisnya jika saja tulisan besar berwarna keemasan tidak tertampang jelas di bagian belakang cover. Ia tergelak.

Senyumannya memudar.

Menyadari jika suara lelaki tadi tak lagi mengudara, membuat gadis itu menautkan kedua alisnya. Sepasang mata jernihnya menilik di balik buku. Menemukan sang calon tunangan yang tiba-tiba saja termangu.

"Kamu kenapa?" tanyanya tergelak bukan main. "Aku ke sini cuma iseng mau baca buku. Sambil nunggu hujan reda sebelum kita ke tempat Siska untuk fitting baju pengantin."

Tidak ada sahutan yang terdengar.

Melihat raut wajah tak terbaca milik sang kekasih, membuatnya sedikit khawatir. Ia sudah menarik buku dari wajahnya hanya untuk mengusap pelan lengan kekar lelaki itu. "Hei, are you okey?"

Tetap tidak ada jawaban.

Pandangan lelaki itu kosong dan sorot matanya yang sendu hanya tertuju pada satu. Buku itu.

Ada helaan panjang sebelum gadis tadi kembali melanjutkan. "Kayaknya dua kopi hangat cocok untuk menemani kita di cuaca begini. Aku buatkan dulu ya? Kamu nggak perlu menerobos hujan agar kita bisa sampai ke luar. Biar nanti aku yang ngomong sama Siska kalau kita pergi setelah hujannya reda."

"Karena aku tau kamu takut hujan."

"Membiarkan paku terus menancap dan menerima sakit sedikit demi sedikit. Atau menarik paku itu dalam satu kali tarikan meski mendapat sakit yang berkali-kali lipat?"

Oleh pertanyaan bernada halus itulah, gadis tadi menghentikan langkahnya. Menatap lelakinya dengan senyum tipis sarat akan makna.

"Menarik paku itu dalam satu kali tarikan meski mendapat sakit yang berkali-kali lipat. Biarlah lukanya jauh lebih parah, tapi rasa sakitnya hanya sementara. Daripada mendiami luka yang terus basah dalam waktu yang lama."

"Pilihan yang bagus."

"Apa?"

"Kamu milih buku yang tepat." Ditunjuknya buku yang berada di sisi tubuh gadis itu.

Gadisnya merunduk malu. "Ah, ini. Aku cuma refleks ngambil pas kamu kemari tadi. Aku nggak berniat membacanya. Aku masih milih-milih. Buku kamu banyak juga ya di sini?"

"Kalau begitu bacalah."

"Yang mana?"

"Yang ini." Lantas tanpa aba-aba, ia mengambil alih buku itu dari tangan gadisnya. "Ini buku terbagus yang akan mengajari kamu banyak hal yang belum kamu ketahui selama ini."

Seperkian detik perkataannya terlontar, gadis itu tampak diam meragu. Lantas dengan begitu saja, lelaki tadi tersenyum menatapnya dalam waktu yang lama. Direngkuhnya pinggang ramping itu menggiringnya duduk di sofa depan jendela.

"Mau aku bacakan?"

Dan ketika gadis itu mengangguk, dia siap membuka lembaran demi lembaran untuk menyelami tulisan yang akan menghantarkannya pada sebuah masa yang kelam.

Sebuah masa yang takkan pernah terlupakan.

Sebuah tragedi dimana segalanya dimulai.

Sesuatu yang membuatnya takut untuk melihat hujan.

Tentang dia dan lukanya.

****

'Kak, aku nggak ngerti sama prolog-nya.'

Iya. Sy memang menyiapkan banyak kejutan dimana kamu nggak bisa membuka kejutan itu jika hanya membacanya di awal.

Maka bacalah sampai akhir. Jadi kamu akan paham begitupula dengan amanat yang sy sisipkan.

Maaf ya baru bisa up lagi, yang follow Instagram sy pasti tau kenapa.

Btw kalau part ini ramai dan banyak yang komen, sy up part 1 sore ini juga.

Iya serius!

Makanya ayo ramaikan dengan vote + komen sebanyak-banyaknya<3

See you🦋

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang