T i g a p u l u h t u j u h

207 45 3
                                    

Ziana mengusap air matanya kasar, demi apapun Ziana tak bermaksud membuat Leon marah. Jika dipikir-pikir dia juga salah. Sangat salah. Jika dirinya diposisi Leon pasti akan melakukan hal yang sama.

Bodoh. Ziana memukul kepalanya. Dia tidak tahu terimakasi pada Leon. Leon sejauh ini sudah berusaha memahami dirinya dan sabar menghadapi omongannya yang kelewat pedas. Bahkan Leon selalu memuji kemampuan yang ia punya. Tapi Ziana malah melakukan sebaliknya pada Leon tak ada kata pujian yang ia lontarkan pada cowo itu ketika mengetahui semua keahliannya.

T-tapi, ia memuji dalam hati, hanya saja gengsi untuk mengatakannya secara langsung. Lagi pula Ziana hanya bercanda mengatakan semua yang membuat Leon kesal. Leon juga salah, mengapa dia tidak melihat raut wajah Ziana yang selalu terkejut dan takjub. Itu saja sudah cukup membuktikan bahwa Ziana memujinya.

"Zia," suara panggilan Karina mengalihkan tatapannya kebawah sana, karena sekarang dia sedang duduk ditangga paling atas.

"Leon mana?" tanya Karina lagi yang sudah rapi seperti hendak pergi.

Ziana kelabakan akan menjawab apa. "I-itu, tidur tante." jawab Ziana berbohong. Gadis itu membersihkan sisa air matanya kemudian menuruni tangga.

"Anak itu, pacar disini juga malah tidur," gumam Karina yang masih bisa didengar oleh Ziana.

"Tante titip Egel sama Afzar ya, tante mau ketemu Mamah kamu. Gapapa kan?" tanya Karina.

Ziana mengangguk cepat. Tak ada pertanyaan apapun lagi untuk Karina. Dia juga tak mencurigai mengapa Karina menemui Mamahnya. Biarlah itu menjadi urusan mereka berdua.

Setelah Karina berlalu pergi, Ziana duduk diruang keluarga tempat Egel dan Afzar bermain. Dia duduk dikarpet bulu didepan meja dengan tangan menangkup pipi.

"Tata, main pedangan yu," ajak Afzar sambil menunjukan pedang mainannya pada Ziana.

Ziana tersenyum simpul. "Kamu main sama Kak Egel aja ya." tolaknya sambil mencubit pelan pipi adiknya.

"Kakak lagi marahan sama Bang Le?" Ziana menoleh kesamping dimana Zakia berdiri melontarkan pertanyaan itu.

Ziana hanya diam. "Tadi aku denger waktu Bang Le ngusir Kakak," beritahu Kia sambil nyengir lebar.

Ziana membelalakan mata sekaligus menahan malu. Kenapa gadis kecil itu harus mendengarnya? aish, sial!

"Dia marah karena lapar mungkin, soalnya dari pagi belum makan. Bangunnya sih siang terus." ucap Kia.

Ziana jadi memiliki ide untuk meminta maaf lewat memasak makanan kesukaan Leon. Cewe itu berdiri menghampiri Kia.

"Kalo gitu apa makanan kesukaan Kakak kamu?" tanya Ziana.

"Ikan pepes, tempe oreg sama sayur bayam." beritahu Kia.

Ziana sekarang sudah berada didapur bersama Kia untuk memasak. Gadis itu yang menawarkan diri untuk membantunya. Entah karena senang memasak atau hanya kasihan saja pada Ziana karena dimarahi Leon.

"Aku suka masak, Bang Le yang pertama kali ngajarin aku waktu Mamah sama Ayah keluar kota. Dari sana aku seneng banget sama masak." ucap Kia dengan wajah bahagianya seolah menjawab pertanyaan yang ada dibenaknya.

Ziana manggut-manggut, "Leon pemarah kah?" tanya Ziana sambil membersihkan ikan di wastafel.

"Kadang-kadang," balasnya. "Dia juga senstif banget kalo menyangkut soal hobinya."

Ziana mengernyit tak mengerti. "Dia gak pernah ngasih tau orang lain tentang kemampuannya. Karena dia takut diejek. Walaupun ya…menurut aku Bang Le lebay banget sampe segitunya. Tapi, setelah ngedenger dia pernah diejek sama temen SMP-nya soal suka bunga sama katanya lukisannya gak ada apa-apanya dia langsung down banget sampe gak pernah lagi ngelukis bahkan benci ngelukis. Tapi, you know lah, sekarang dia kembali menunjukannya." jelas Kia panjang lebar.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang