T i g a p u l u h l i m a

228 48 4
                                    

Ziana berdiri diambang pintu rumahnya dengan pakaian seragam sudah melekat ditubuhnya. Dia melongo ketika melihat penampakan dihadapannya. Empat orang Pria bertubuh kekar berpakaian serba hitam berdiri tegak didekat mobil Fazero berwarna hitam yang terparkir dirumahnya.

Seperti preman!

Seketika pikirannya…

"Mamah!" teriaknya menggelegar.

Alena maupun Areos yang tengah menikmati sarapan dengan tenang langsung berlari tergopoh-gopoh menghampiri Ziana.

"Mamah punya hutang apa, sampe ada preman kesini?!" tanya Ziana. Dia menatap tajam Areos. "Apa jangan-jangan Om yang punya hutang ya?" tuding Ziana.

Alena maupun Areos menghembuskan nafas, mereka kira terjadi sesuatu pada Putri-nya.

"Heh! pergi kalian semua dari sini!" teriak Ziana pada keempat preman yang ada dihadapannya.

"Dia bukan preman tukang nagih hutang Zi," beritahu Alena sambil menahan tawa.

"Terus apa? ngapain pagi-pagi buta gini udah ada didepan rumah kita? pake baju hitam semua lagi, kalian kira dirumah ini ada yang meninggal apa haa?!"

Areos memegang pundak Putrinya. "Zia, itu bodyguard, buat jagain kamu," ucapnya.

"Haa?!" pekik Ziana.

Bodyguard? Ziana merutuki kebodohannya. Sangat memalukan. Dia berpikir itu preman. Jika dipikir-pikir sekaya apa sebenarnya yang jadi Ayahnya sekarang?

Ziana nyengir lebar, "Aku kira kan preman," cicitnya.

Dia menaikan satu alisnya. "Ngapain juga harus pake bodyguard? selemah apa sih Ziana sampe harus dijaga kek gitu? gak banget deh!" cerocosnya. "Om tau, aku emang gak jago bela diri, tapi jamin deh, kalo ada yang mau ganggu aku gampang sih itu mah, bacotin aja sampe kena mental!" imbuhnya.

Ziana tersenyum lebar. "Jadi gak usah pake begituan," ucapnya sambil menunjuk keempat bodyguard itu. "Aku bisa jaga diri, jaga hati dan pikiran."

Alena dan Areos tersenyum. "Ayah selalu salut sama kamu," ucap Areos yang membuat hati Ziana menghangat.

Untuk kali pertamanya setelah beberapa tahun lalu, Ziana mendapatkan kembali perkataan seperti ini.

"Tapi, Ziana pengen liat, semua aset kekayaan Om, bolehkan?" tanyanya sambil mengerlingkan matanya.

Areos tertawa ringan. "Jangankan liat, semua harta kekayaan Ayah kamu boleh pake untuk apa aja," ucap Areos.

Ziana tersenyum senang, sampai-sampai dia memeluk Areos. Setelah tersadar, gadis itu melepaskan pelukannya lalu tersenyum canggung.

"Aku berangkat dulu ya," pamitnya lalu menyalimi tangan keduanya.

Setelah berdiri di gerbang rumahnya, pandangan gadis itu bertemu dengan netra hitam milik Bara. Buru-buru Ziana memutuskan kontak mata dan menoleh kesamping mendapati Leon yang tengah memarkirkan motornya jauh dari rumahnya.

"Le, kenapa disana?" tanya Ziana. "Jemput cewe lain ya lo," tudingnya.

Leon terkekeh lalu melajukan motornya kehadapan rumah Ziana.

"Assalamualaikum camer," sapa Leon kala matanya menangkap Alena dan Areos yang masih berdiri diambang pintu rumah.

"Gak usah caper!" ketus cewe itu.

Ziana melihat motor Bara sudah melaju pergi, matanya kini menangkap sosok Sintia Mamahnya Bara. Wanita paruh baya itu tersenyum canggung. Namun Ziana enggan membalas senyuman itu. Dia mengibaskan rambutnya.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang