D u a p u l u h e n a m

232 45 4
                                    

Suara derap langkah yang berasal dari dalam rumah minimalis mengalihkan tatapan pemuda dengan hoodie putih dibalut jaket lepis dipadukan dengan celana jeans yang tengah bersandar disamping pintu mobil ferrari.

Leon menegakkan tubuhnya. Mulutnya setengah terbuka kala melihat Ziana yang berjalan dengan anggun juga sangat memukau. Gadis itu tampil cantik malam ini dengan dress berwarna broken white selutut, rambut yang tergerai indah dan polesan make up tipis.

Ziana sudah ada dihadapan Leon, dia bergerak gelisah karena Leon terus menatapnya.

"Kenapa? dimuka aku ada sesuatu? atau aku gak cocok pake ini?" tanya Ziana beruntun.

Leon mengusap wajahnya. "Kamu cantik, sampe aku gak bisa ngalihin pandangan aku dari kamu." jujurnya.

Ziana menunduk salting. "Kalo kayak gini, mending kita dinner berdua, gak usah pergi ke ultahnya si Vika." usulnya.

Ziana mengangkat pandangannya sembari melotot. "Gak bisa! ayo berangkat!" tajamnya sambil berjalan menuju kursi penumpang.

"Oh ya, aku lupa bawa kado, ambilin dong. Ada dimeja." suruhnya.

Leon menghembuskan nafas. Wajahnya sangat gelisah, entah apa yang sedang pemuda itu pikirkan.

oOo

Suasana dibelakang rumah Vika sangat ramai diisi oleh remaja seusianya. Bisa dipastikan Vika hanya mengundang teman-temannya.

Dengan sigap Leon menyodorkan sikutnya agar Ziana menggandenganya.

Tapi…harapannya musnah! gadis itu malah nyelonong meninggalkannya sambil memanggil Novita.

Leon kembali memutar bola matanya dan membenarkan tangannya sambil celingak-celinguk memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya.

"Zia, demi apa lo cantik banget malam ini." puji Claudia dengan heboh.

"Berarti kemarin-kemarin gue gak cantik dong!" cetusnya.

Claudia tersenyum kikuk. "Cantik kok, tapi kalo malam ini…lo lebih cantik."

Leon bergabung dengan Delvin dan Gibran. Mereka duduk dimeja bundar dengan taplak putih diisi berbagai minuman dan makanan.

Leon mengambil satu minuman lalu meneguknya. Matanya kini berpapasan dengan Bara. Seolah tau apa arti dari raut yang ditunjukan cowo itu, Leon hanya menatapnya datar.

"Oke, semuanya…"

Suara yang berasal dari mickrofon mengalihkan tatapan semua orang pada gadis cantik dengan balutan drees biru langit yang berada dipanggung.

"Jujur, malam ini gue seneng banget. Pertama, gue ucapin terimakasi untuk Mamah dan Ayah karena udah nyiapin acara ini dan juga tentunya untuk kalian semua yang sudah datang kesini."

Semua orang bersorak sambil bertepuk tangan gembira.

"Sebelum memulai acara make a wish, mari kita dengarkan sepatah dua patah kata dari Ayah!"

Semua orang kembali bertepuk tangan dengan meriah untuk menyambut Ayahnya Vika. Tiba-tiba seorang wanita berumur yang memakai pakaian pelayanan naik keatas panggung sambil membisikan sesuatu pada Vika.

Vika menggembungkan pipinya lalu sedetik kemudian tersenyum kembali.

"Sepertinya, Ayah masih ada urusan." katanya. "Ah, kalo gitu gue bakal ngenalin seseorang pada kalian." ucap Vika.

Ziana celingak-celinguk mencari keberadaan Leon. Setelah menemukannya, dia berjalan menghampiri cowo itu.

"Le, mau duduk, kaki aku pegel." keluhnya.

Leon meneguk kembali minumannya. "Kalo kamu duduk disini, aku duduk dimana?" Leon malah bertanya.

Ziana mengerucutkan bibirnya. Tak habis pikir dengan pertanyaan Leon. Pasangan yang lain pasti akan dengan senang hati merelakan kursinya. Tapi Leon?

"Tapi kan kamu bisa ngalah Leon!" katanya dengan nada setengah kesal.

"Aku gak mau berdiri," balasnya.

Ziana berdecak sebal. Leon benar-benar membuatnya kesal. "Duduk aja disini." lanjutnya sambil menepuk-nepuk paha miliknya.

Ziana melebarkan matanya. Kesabarannya kini sudah habis. "Kamu mau mesum haa!" bentaknya dengan suara pelan. "Jangan buat kesabaran aku habis! kamu bener-bener ngeselin! sama pacar sendiri aja gak mau ngalah. Maunya menang sendiri!" gerutu Ziana menggebu-gebu.

"Kamu sendiri yang bikin aku kesel duluan. Disuruh gak usah dateng, eh malah kekeuh. Padahal harusnya kamu ngerti. aku maunya dinner!" tajam Leon.

Ziana sudah mengangkat telunjuknya siap akan memaki, namun Gibran menghentikannya. "Berhenti anjir! bisa-bisa lo berdua rusakin acara orang." ucap Gibran menengahi.

"Biarin aja!" seru keduanya.

Gibran kelabakan akan menjawab apa. Keduanya memang sama. Sama-sama keras kepala juga tidak ingin di atur!

Delvin menyeret kursinya agar bersebelahan dengan Leon. "Lo duduk disini Zi. Gue sama Gibran mau kesana dulu." ucap Delvin memutuskan lalu menyeret Gibran agar pergi darisana.

Leon menarik pergelangan tangan Ziana agar duduk disampingnya. Ziana hendak protes namun, suara Vika mengurungkannya.

"Dia itu sosok laki-laki yang membuat gue, move on dari masalalu, dan membuka hati tanpa menjadikan dia sebagai pelampiasan. dia berbeda! dia tidak pernah mempermasalahkan masalalu gue, selalu sabar menghadapi sifat gue bahkan selalu mempercayai gue sepenuhnya." Vika menarik nafas sejenak tanpa mengalihkan tatapannya dari Bara yang berada dibawah panggung.

Semua orang hanyut dalam kata-kata Vika yang begitu romantis. Banyak orang yang merasa baper bahkan sampai ada yang memeluk pasangannya.

"Kalo boleh jujur, gue ingin dia jadi tempat persinggahan yang terakhir kalinya." ucapnya sambil tersenyum.

"Terimakasi sudah memilih dan menetap denganku, Faza Elbarack Hersey Addison." imbuhnya lalu disusul tepuk tangan dari semua orang.

Bara terlihat naik keatas panggung kemudian memeluk Vika erat. "Aku akan selalu mencintai-mu." bisik Bara.

Leon menatap Ziana yang menatap sendu kearah depan. Ia jelas tahu mengapa gadisnya seperti itu. Cowo itu membuka jaketnya lalu meletakan dipaha Ziana.

"Jangan nampilin raut muka kayak gitu. Aku cemburu. your mine." bisiknya dengan menekankan kata terakhirnya.

Ziana menolehkan pandangannya pada Leon. Dia berdehem pelan. Tangan besar Leon menggenggam tangan Ziana erat seolah dia tidak ingin melepaskannya. Netra matanya terus menyapu area belakang rumah Vika seolah sedang mencari sesuatu. Setelah ketemu, dia menatap Ziana dengan pandangan lembutnya.

"Zia, jangan pernah merasa kesepian, juga…" Leon menyalipkan anak rambut milik Ziana.

"Merasa kalo semua orang mengkhianati kamu." Tangan pemuda itu beralih memegang dagu gadisnya. Tapi ekor matanya tak bisa lepas dari seseorang yang berjalan menaiki panggung.

"Aku gak akan biarin kamu menghadapi semuanya sendirian. Sekarang ada aku, pacar kamu. Yang siap dengerin semua keluh kesah kamu dan juga pasti jagain kamu."

Ziana tersenyum lalu membalas genggaman Leon. Memang, seharusnya dia tidak harus langsung percaya dengan perkataan cowo itu. Tapi, entah mengapa hatinya menolak untuk tidak mempercayai Leon. Dari matanya, Ziana bisa melihat tidak ada kebohongan sedikitpun. Setidaknya, sekarang dia tidak sendirian lagi. Ada Leon disampingnya yang akan selalu ada juga melindunginya.

"Happy Brithday, sayangg!" teriak seorang Pria berumur dengan jas navy dengan sang istri yang ada disampingnya.

Vika terkejut bahagia. Dia langsung berhambur kepelukan Ayahnya. "Ayahh!" teriaknya.

Ziana menolehkan pandangannya kedepan seiring dengan suara tepuk tangan meriah. Mata gadis itu menyipit ketika wajah Pria yang dipeluk Vika tampak sangat familiar untuknya.

Ketika pelukan Vika terlepas yang menampakkan dengan jelas wajahnya. Seketika matanya melebar terkejut. Tiba-tiba ada sesuatu yang menggedor dada berbarengan dengan deru nafas yang memburu seolah merasa sangat sesak. Tubuhnya bergetar hebat, matanya memanas seiring dengan air mata yang turun tanpa diminta.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang