T i g a p u l u h t i g a

227 48 10
                                    

"Wah, abang hebat." puji Egel sambil menilik-nilik wajah penuh lebam milik Leon.

Leon tersenyum bangga. "Apa gue bilang, gue emang keren dan he- awhh sakit Zi,"

Ziana menekan-nekan kapas yang ia pakai untuk membersihkan luka cowo itu amat kesal.

"Kalo keren sama hebat, gak mungkin ngeringis kesakitan!" desisnya.

"Ini beda lagi," timpalnya.

"Abang, aku juga besar pengen kayak abang. Jago tawuran." celetuk Egel.

Ziana melongo mendengarnya, adik dan kakak memang sama saja. "Buang dulu sono semua boneka lo." ucap Leon.

Egel mengerucutkan bibirnya. "Emang kenapa sih, gak ada hubungannya juga sama boneka."

"Jelas ada, kalo lo mainnya boneka jadi setengah laki setengah cewe." ejeknya. Mata cowo itu menatap bocah prempuan disebelah Egel. "Heh bocil, mau-mauan lo pacaran sama Egel."

Bocah prempuan bernama Maya itu berkedip beberapa kali. "Egel kan ganteng," jawabnya yang membuat Egel langsung membusungkan dada juga tersenyum bangga.

Leon berdecih. "Kecil-kecil lo ya, udah mandang fisik!" cetusnya. "Masih bocil juga udah pacar-pacaran lo ya,"

"Gak usah sirik ya abang," balas Egel sambil membuang muka.

"Siapa juga yang sirik sama lo mamet! nih, gue juga punya pacar," ucap Leon sambil menunjuk Ziana bangga.

Egel mendelik, "Sombong!" timpalnya. "Ayo May, kita main boneka." ajak Egel.

Sebelum pergi Egel dengan sengaja menekan sudut bibir Leon hingga si empunya menjerit kesakitan.

"Anjing! awas lo mamet gue bakar semua boneka lo!" teriaknya murka.

Ziana tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. Leon menatap gadisnya. "Seneng liat gue menderita." sewotnya.

Setelah selesai mengobati luka Leon, kini Ziana tengah duduk dihalaman belakang rumah sambil menunggu cowo itu selesai mandi.

Ziana bersenandung kecil, dengan mata berbinar sekaligus memuji area halaman yang sangat indah di dominasi oleh tanaman hijau juga bunga mawar, anggrek dan matahari. Namun, bunga matahari tak sebanyak bunga lainnya.

Gadis itu berjongkok dihadapan bunga matahari yang tumbuh tinggi dan mekar.

"Itu punya Leon,"

Sontak saja Ziana mendongak menatap wanita paruh baya yang tersenyum padanya.

Ziana berdiri lalu menghadap Karina, dahinya seketika berkerut heran. Leon menyukai bunga? itu membuatnya terkejut karena merasa aneh juga tidak percaya.

"Masa Leon suka bunga?" tanyanya diiringi kekehan kecil.

Karina mengangguk, "Cuman bunga matahari sama mawar biru, yang lainnya enggak." beritahunya lagi.

Ziana tersenyum, semakin tertarik dengan perbincangan ini. "Kalo boleh tau, kenapa ya tante?"

Karina mengelus tangan gadis itu. "Kamu boleh tanya sama Leon nanti." balasnya yang membuat Ziana kecewa. "Ayo sekarang kita makan dulu." ajaknya kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Ziana.

Ziana merenung sambil menatap bunga matahari yang ada dibawahnya. Ternyata Leon bukanlah seorang yang mudah ditebak dia sangat tertutup.

Jika mengingat Leon yang mengetahui semua tentang dirinya…seketika gadis itu menggelengkan kepala sambil menepuk pelan kedua pipinya.

"Ngapain repot-repot nyari tau tentang Leon? emang gue detektif apa? lagian buang-buang waktu aja." cerocosnya sambil berjalan meninggalkan halaman belakang.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang