S e m b i l a n b e l a s

246 49 6
                                    


Pagi ini Bara tak seperti biasanya berangkat bersama Ziana. Dia sudah berangkat dahulu, Ziana tidak percaya Bara bisa melakukan itu. Apa dia semarah itu pada dirinya?

Kebetulan sekali, Ziana bertemu dengan cowo itu dikoridor sekolah, entah mengapa setelah Bara berpacaran dengan Vika dirinya tak berani untuk berbicara berdua lagi. Dia merasa takut jika Vika akan cemburu kepadanya. Ralat, lebih tepatnya dia hanya menghargai saja.

"Bar, lo kenapa?" tanya Ziana.

Bara berhenti melangkah karena dicegat oleh cewe dihadapannya.

Ziana memegang tangan cowo itu. "Kalo gue punya salah, maafin gue Bar," katanya lagi.

Bara melepaskan tangan Ziana. "Gue gak mau kalo sampe Vika liat kita berdua," ucap Bara dingin.

Ziana tertohok, "Sorry ya Zi, lo bisa gak, gausah deket gue lagi. Gue gak mau ngecewain Vika." ucap Bara.

"Kalo bisa kita gak usah sahabatan lagi." lanjutnya lalu melengos pergi.

Ziana tersentak kaget, mendadak ada sesuatu yang menggedor dada. Lehernya seolah tercekik. Mata gadis itu berkaca-kaca. Geming, memikirkan apa yang baru saja Bara ucapkan. Pikirannya kalut bersamaan dengan air mata yang meluruh.

Ternyata itu alasan Bara menjauhinya. Seharusnya Bara tidak berbicara seperti itu. Itu menyakitinya! Dia bisa melarangnya untuk sedikit menjauhinya bukan untuk mengakhiri persahabatannya.

Isakan kecil terdengar dari mulutnya teramat lirih. Ziana menjadi pusat perhatian murid yang berlalu lalang, berbarengan dengan bel berbunyi Leon datang kemudian membawa Ziana kedalam dekapannya.

"Harusnya dia gak mutusin persahabatan kita Le…" lirihnya.

Leon mengusap surai hitam milik Ziana menenangkan gadis itu.

Beberapa saat kemudian…

Ziana masih berdiri sesenggukan dengan Leon yang bersandar pada tembok dengan seragam bagian dada basah akibat air mata gadis dihadapannya.

"Mending kita gak usah masuk kelas lah," ucap Leon.

Ziana mengerjap-ngerjapkan matanya yang memerah. "Mau ajak gue sesat lagi lo haa?!" bentak cewe itu.

"Ya terus, lo mau masuk kelas dengan keadaan kayak gini haa?"

Ziana memajukan bibirnya, "Ya cari cara kek!" tajamnya.

Leon mengetuk-ngetukan jari telunjuknya didagu, seketika sebuah ide terlintas begitu saja. Dia membuka ranselnya yang disinggahi satu buku bersejarah yang ia pakai untuk semua mata pelajaran. Leon mengambil kacamata hitam yang kebetulan ia bawa, untuk…tebar pesona.

"Pake ini," usulnya.

Ziana tersenyum lebar. "Gitu dong, kali-kali berguna! jangan ngajak sesat terus lo!" balasnya kemudian memakai kacamata itu.

"Gelap-gelap!" pekik Ziana.

Leon memutar bola matanya malas. "Lebay!" ketusnya.

Ziana mulai berjalan beriringan dengan Leon. "Ngapain lo bawa kacamata hitam?" tanya Ziana.

"Biasa ngemis," balasnya ngawur.

Ziana berdecih pelan. "Jangan so merendah untuk melonte deh lo!"

Leon tertawa pelan, "Oh ya kayaknya kurang pas," ujar cowo itu. "Mending gini," katanya lagi sambil berdiri didepan Ziana kemudian menyampirkan tangan cewe itu dibahunya seperti seorang musafir.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang