T i g a p u l u h d u a

232 48 4
                                    

Ziana berlari tergopoh-gopoh menuju gerbang kala seluruh murid digemparkan oleh berita tawuran antara SMA Rajawali dan SMA Pasundan.

Pak Andi dan guru lainnya langsung berkeliling kelas untuk mencatat siapa saja murid yang tidak ada di kelas dan alasannya.

Ziana sadar bahwa Leon dan kedua temannya pergi dijam pelajaran pertama hingga sekarang jam pelajaran ketiga tidak kunjung kembali bahkan tidak mengabari Ziana, karena mereka ikut tawuran. Pastinya!

Ziana rasanya ingin menangis saja. Raut wajahnya yang panik juga rasa marah dalam dirinya membuatnya ingin sekali menghajar cowo bodoh semacam Leon.

Tiba didepan gerbang, cewe itu membungkukan badannya dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. Pak Satpam langsung menghampiri Ziana yang masih terengah-engah.

"Neng, kenapa? apa ada masalah?" tanyanya.

Ziana mengusap keringat didahinya. "Pak bukain gerbang Pak," pintanya.

Pak Satpam mengerutkan dahi heran. "Untuk apa? jam pelajaran belum selesai." balasnya.

Ziana berdecak, dia sungguh tahu Satpam satu ini memang susah sekali untuk diajak berkompromi.

"Mamah saya jatuh di wc, Pak. Dirumah gak ada siapa-siapa, saya takut Mamah saya kenapa-napa." ucap Ziana dengan air mata berderai. Sedari tadi dirinya heran mengapa menangis hanya karena seorang Leonardo!

Air mata ini membawa keberuntungan juga musibah!

Pak Satpam yang kasihan melihat Ziana dan juga dia yakin siswi itu tidak akan berbohong, akhirnya dia membukakan gerbang untuk Ziana.

"Neng, gamau dianter?" tanyanya merasa kasihan juga takut Ziana kenapa-napa.

Ziana menggeleng cepat. "Gak usah, saya bisa sendiri." tolaknya.

"Hati-hati Neng, takutnya ketemu sama anak-anak yang lagi tawuran." peringat Pak Satpam.

"Pacar saya gak mungkin biarin orang lain nyakitin saya Pak." gumamnya lalu berlari keluar gerbang.

"Makasii Pak!" teriak Ziana.

Pak Satpam, tersenyum bangga pada Ziana. "Udah pinter, baik, sayang sama orang tua lagi. Nak, nak. Pasti Mamah kamu bangga sekali." gumam Pak Satpam.

oOo

Ziana berdecak sebal dan tak henti-hentinya menggerutu kesal, sebab Leon tak menjawab teleponnya.

"Leon tolol, temennya orang gila, angkat dong ahh!"

Tak kunjung ada jawaban, Ziana berkacak pinggang sambil menggigit bibir bawahnya. Antara khawatir, kesal, marah, merasa bingung pada dirinya sendiri kini bercampur aduk.

Setelah memutar otaknya, akhirnya Ziana menemukan ide. Dia akan pergi ke warung yang biasa ditongkrongi oleh murid yang selalu membolos.

Suara riuh dari warung yang ada dihadapannya membuat Ziana bernafas lega. Dia meringis kala tatapannya menangkap seorang laki-laki dengan luka dibagian lengannya sehingga darah bercucuran. Bisa dipastikan itu karena senjata tajam. Untung saja lukanya tidak terlalu dalam, dan lihat saja dia malah tertawa ria tanpa memikirkan lukanya.

Perasaan khawatir pada Leon semakin membuncah, matanya menyapu area warung yang didominasi murid laki-laki dengan kondisi memiliki luka ringan. Tapi, sayangnya Ziana tidak menemukan Leon.

"Nyari gue?" tanya seseorang dengan suara serak tepat dibelakangnya.

Ziana sontak menoleh, siap akan memarahi pemilik suara itu yang sedari tadi membuatnya khawatir.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang