T i g a p u l u h e m p a t

250 45 8
                                    

Ziana baru saja tiba dirumah, dia celingak-celinguk tak mendapati Mamahnya atau siapapun disini. Tak ingin ambil pusing akhirnya dia pergi ke kamarnya untuk merebahkan tubuhnya yang lelah.

Pikirannya berkelana pada Leon, tadi dia sempat melihat sekilas sebuah lukisan wajah prempuan diruangan tadi. Dia mendudukan dirinya.

"Dia siapa? kok gak jelas banget wajahnya, tapi…gue bener itu lukisan cewe," monolognya.

Ziana memelototkan mata. "Apa Leon pinter ngelukis? oh iya waktu itu kan tante Karina pernah bilang…"

Seketika rautnya menjadi semringah, "Apa bener dia suka ngelukis gue?" tanyanya sambil tersenyum malu-malu.

Setelah tersadar dengan tingkahnya. Dia menggeleng. "Apaan sih Ziana, bahagia lo digituan?! gue gak akan suka sama Leon gak mau!" katanya lalu bergidik ngeri.

"Saya mencintai Mamah kamu Ziana."

Suara bariton yang mengejutkannya mampu membuat Ziana memegang dadanya sambil menatap horor pada Pria paruh baya diambang pintu kamarnya.

"Apaan sih Om, gak punya sopan santun banget! ketuk dulu kek!" omelnya dengan nada judes.

Areos tak menggubris, dia malah masuk kedalam kamar Ziana lalu membalikan kursi belajar milik Ziana agar berhadapan dengan gadis itu yang tengah duduk dikasurnya.

"Gak ada yang nyuruh Om buat duduk!" tajamnya.

"Saya inisiatif sendiri," balasnya.

Ziana melotot, dia amat seperti Leon. Menyebalkan!

"Awalnya memang saya terpaksa menikahi Alena-"

"Tuh kan! apa aku bilang! orang seperti Om itu bisanya cuman manfaatin orang!" bentak Ziana tak terima Mamahnya dimanfaatkan seperti ini.

Melihat gadis itu hendak bicara lagi, Areos dengan cepat menyelanya.

"Tapi, dalam waktu cepat, Mamah kamu itu bisa membuat saya jatuh cinta padanya." beritahunya.

Ziana terdiam, mendengarkan Areos terlebih dahulu.

"Saya menikahi dia karena Afzar, dia sangat dekat dengan Alena bahkan selalu memanggilnya dengan sebutan Bunda." ceritanya. "Akhirnya Ibu saya mengetahui itu, dia meminta saya untuk menikahi Alena." beritahu Areos.

"Kemana Mamahnya Afzar?" tanya Ziana penasaran.

"Dia meninggal saat melahirkan Afzar," balasnya yang masih tenang tanpa ada rasa sedih sedikitpun.

Ziana membulatkan mulut terkejut, dia jadi mengetahui mungkin karena itu Areos awalnya tidak bisa menerima Alena.

"Karena itu, awalnya saya terpaksa menikahi Alena. Bagi saya Mamahnya Afzar sangat berharga dan tidak dapat tergantikan. Tapi, melihat Afzar bahagia bersama Alena…akhirnya saya memutuskan untuk belajar mencintai Alena hingga dititik ini dan seterusnya saya akan mencintai, menjaga dan menyayangi dia, kamu juga Afzar."

Seketika mata gadis itu memanas, bukankah ini yang dirinya harapkan sedari dulu? memiliki kembali keluarga utuh. Khususnya Ayah yang sempat hilang dari hidupnya.

"Saya tau, kamu marah dan kecewa pada semua orang yang telah membohongi kamu. Kita menikah diam-diam, alasannya karena kamu tidak ingin Alena menikah lagi bukan? kamu hanya ingin Alena menikah lagi dengan kamu yang memilih pasangannya." Areos berdiri dari duduknya lalu berjalan kearah jendela.

"Alena mengatakan semua tentang kamu pada saya. Dia selalu membanggakan kamu dihadapan saya bahkan Afzar."

Air mata mengucur deras dari pelupuk mata gadis cantik itu.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang