D u a p u l u h t u j u h

233 45 9
                                    

"Dia adalah Ayahku. Dimata orang lain mungkin dia adalah Ayah sambung. Tapi dimataku, dia Ayah kandungku. Dia cinta pertama-ku."

Tanpa Vika sadari ucapannya menyakiti hati seseorang. Hati Ziana tersayat-sayat mendengar dan menyaksikan pemandangan dihadapannya. Air matanya kian menderas. Tidak! dia menggeleng sambil menghapus air matanya kasar. Dia masih punya harapan bahwa yang didepan sana bukan Papahnya yang kala itu meninggalkannya. Bisa saja, orang itu hanya mirip dan sudah pasti namanya berbeda.

"Bisa dibilang cinta Ayah sama Bara itu berbeda, tapi memiliki porsi yang sama." katanya sambil terkekeh.

Vika menggenggam erat tangan Ayahnya. "Oh ya, guys. Sampe lupa. perkenalkan nama Ayahku, Rama Rajendra dan Mamahku Asri Rajendra."

Ziana kembali ditikam belati tak kasat mata. Harapannya hancur. Memang benar, yang didepan sana ialah Papahnya yang dulu. Jadi, selama ini…

"Aku meyayangi kedua orang hebat ini, mereka selalu melakukan apapun padaku. Khususnya Ayah." ucapnya dengan bangga lalu memeluk erat kedua orang tuanya.

Usapan lembut dipipinya menolehkan pandangannya pada Leon. Cowo itu menatap Ziana penuh arti dengan genggaman yang semakin mengerat seolah menguatkan Ziana.

"Saya, Rama Rajendra. Mengucapkan banyak terimakasi karena kalian sudah hadir diacara ulang tahun anak kesayangan saya yang ke-17." ucapnya. Pandangannya kini beradu dengan Ziana. Tidak! seolah memang Rama Rajendra sengaja terus menatapnya.

"Baiklah, sayang. Sekarang waktunya tiup lilin." ucap Rama yang diangguki semangat oleh Vika.
Mereka berjalan kesamping kiri dimana kue berwarna biru langit itu diletakan diatas meja.

"Sebelumnya, kita persilahkan tamu spesial malam ini yaitu Pak Alfin dan Bu Sintia untuk naik keatas panggung."

Ziana memejamkan mata, dia beberapa kali menarik nafas agar tangisannya tak bersuara. Bara, Pak Alfin dan tante Sintia sudah membohonginya. Mereka ternyata sudah tau keberadaan Rama Rajendra. Bahkan, Ziana masih ingat betul perkataan Pak Alfin dan Sintia yang juga membenci Rama. Mereka berdua akan melindungi Ziana dan Alena darinya. Tapi, kenyataannya apa sekarang?

Vika memejamkan mata berdo'a dalam hati sebelum meniup lilin. Kemudian, setelahnya dia langsung meniup lilin itu disusul tepuk tangan semua orang.

Rama mengecup kening putrinya singkat. "Saat kamu meniup lilin dan berharap pada hari ulang tahunmu, aku akan berjanji dan berdo'a untuk memenuhi semua impianmu dan selalu membuatmu bahagia. Semua kata dalam kamus tampaknya tidak cukup untuk mengatakan betapa aku menyayangimu. Yang bisa aku katakan adalah kamu itu hidupku. Aku akan melakukan apa saja untuk melihat senyum di wajahmu. Happy brithday my princes!"

Vika memeluk Ayahnya bahagia. "Thankyou my super dad!"

Ziana bergeming ditempat, dia mengalihkan tatapannya kearah lain dengan air mata yang terus menderas. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya oleng untung saja Leon dengan sigap memegang bahunya. Linglung dan kacau. Itulah keadaan gadis itu.

"A-aku mau pulang." lirihnya.

Leon mengangguk, hatinya begitu sakit melihat Ziana kacau seperti ini. Leon jelas mengetahui semua ini, sehingga dari awal ia memaksa Ziana agar tidak ikut kedalam pesta yang akan membuatnya bersedih.

Dia mengambil alih jaket yang dipegang Ziana lalu memakaikannya pada gadis itu. Leon menuntun Ziana menuju tempat mobilnya terparkir.

Setelah tiba didepan mobil ferrari berwarna navy miliknya. Dengan cepat Leon memeluk tubuh ramping gadisnya memberi kekuatan.

"Pasti sakit," gumamnya sambil mengelus rambut panjang gadisnya.

Ziana meremas hoodie milik Leon. Lirihan tangis yang begitu menyayat hati keluar dari bibir mungilnya.

My Leon King! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang