Terlambat semalam untuk melamar Hafsah, Sandy harus rela Hafsah dinikahi Zayden, teman dekatnya sendiri. Ya, Zayden dan segala maksud tersembunyinya berhasil 'mengalahkan' Sandy.
Namun, ternyata bukan cuma Sandy yang mendambakan Hafsah. Terkuak fakt...
"Apa apa? Gue suka banget nih ditanya-tanya." Iza sudah antusias duluan.
"Lo itu ... sebenarnya gimana sih ke gue? Ya gue udah tau, sih. Tapi pengen bahas lagi." Sandy menatap Iza sekilas-sekilas saja, sebab menyinkronkan dengan gerak tangan yang tengah bekerja.
Iza mengernyit. "Maksudnya?"
Lelaki itu belum menjawab. Selain sibuk men-scan tiga botol sampo, dua botol sabun cair, dan tiga pasta gigi berbeda merek, Sandy sengaja menyimpan penjelasannya di akhir percakapan.
"Sandy."
"Iya, bentar," sahut Sandy santai, kemudian menekan tombol enter pada keyboard. "236.800."
"Mahal banget, Bang," gurau Iza, sambil mengambil uang dari dompet yang sedari tadi ia pegang. Nadanya dibuat seperti di sinetron.
"Kan, yang dibeli size gede semua, Neng," balas Sandy dengan nada sinetron juga.
Iza mengeluarkan tawa lewat hidung. Geli mendengar Sandy yang ikut-ikutan pea. Lalu, ia pun menyodorkan lima lembar uang 50 ribu.
Sandy menerima uang Iza, bersamaan dengan Gisel yang telah datang, sudah selesai dengan urusannya di toilet karyawan.
"200 rupiahnya boleh didonasikan, Kak?" tanya Sandy dengan nada formal, berniat untuk bercanda.
"Tentu boleh banget dong, Ayang," seloroh Iza dengan nada yang sama.
Keduanya pun tertawa, lalu Sandy memberikan uang kembalian. Gisel tersenyum-senyum melihat mereka. Perempuan berkulit putih dengan baby-doll itu pasti pacar Sandy, pikirnya.
"Za, kita duduk di situ sebentar, ya?" Sandy menunjuk arah Point Cafe, sambil keluar dari area kasir.
Iza hanya mengangguk, kemudian berlalu lebih dulu.
Sudah mau menyusul, lengan Sandy dicolek oleh Gisel. Lelaki itu pun menoleh dan menghentikan langkah. "Apa?" tanyanya.
"Pacarnya ya, Bang?" Gisel bertanya dengan senyuman kepo.
Sandy menggeleng. "Adek sepupu gue."
"Kalau mau upgrade jadi pacar juga boleh, Bang. Cocok, kok," ujar Gisel usil.
"Yeu, Gisel. Urusin tuh si Eman Martin," ujar Sandy asal, sembari berjalan menuju Point Cafe yang posisinya ada di dalam toko.
"Ih, biarin. Gitu-gitu Bang Eman mirip Kai EXO, ya!" Gisel bersungut pelan, menatap sinis Sandy yang sudah agak jauh posisinya.
▪︎◇▪︎◇▪︎◇▪︎
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dalam mobil yang masih berjalan menuju kompleks tempat tinggalnya, Hafsah tidak bisa meredam otak dari memikirkan Sandy serta keanehannya. Juga, Sandy dengan Iza. Berulang kali menghela napas, kala pikirannya morat-marit penuh tanya.