49 - Niat Mengulang

1.1K 136 117
                                    

Seminggu kemudian....

Siang ini begitu panas, terik, dan menyengat. Langit biru terbentang sejauh mata memandang. Awan putih absen dari pandangan. Polusi ibu kota, tak usah dibahas. Kulit putih Sandy memerah, disinari matahari yang galak segalak ayahnya ketika marah.

Minggu depan, Sandy akan memulai pekerjaan barunya sebagai Area Manager atau yang lebih mudah disebut: AM. Tempatnya di kantor, bukan lagi di toko. Artinya, hari ini Sandy masih harus bekerja di toko, tempatnya bekerja hampir 5 tahun. Selanjutnya, posisi kepala toko akan dipikul oleh Errahman atau Eman---setelah sebelumnya menjadi asisten kepala toko.

".... Iya, San. Mau cari kesibukan biar gak bosen. Sama ... mau cari uang jajan biar gak minta Papa terus, hehe. Ini sekarang gue lagi mau cari-cari kerja. Kira-kira di Indomaret tempat lo ada lowongan gak, ya?"

"Oh, iya. Nanti gue liat, ya. Kalau jualan online lagi? Emangnya gak minat lagi?"

Di tengah riuh lalu lintas, teringat Sandy akan cakap-cakap penuh hati-hati dan kecanggungan miliknya dan Hafsah. Sandy tersenyum di jalanan. Ia masih berada di atas motor, menuju tempat kerjanya yang dekat dari rumah.

Padahal, obrolan Sandy dan Hafsah waktu doa syukuran 7 hari lalu itu singkat sekali, tidak sampai 5 menit, tapi senyum-senyumnya sampai hari ini. Mana kaca helmnya dibuka, pastilah banyak yang melihat Sandy mesem-mesem sendiri. Masa bodoh, Sandy tak pusing. Lagi pula, dirinya bukan artis yang akan dimasukkan ke bahan gosip karena kedapatan senyum-senyum sambil membawa motor matic.

Meski sudah tak lagi berstatus istri orang sejak berbulan-bulan lalu, perlakuan Sandy terhadap Hafsah tidak berubah: Tetap menjaga lisan, kelakuan, juga tatapan. Keakraban yang dulu---sebelum Hafsah menikah dengan Zayden, benar-benar lenyap. Sandy dan Hafsah bagai insan dengan sikap baru, sebab sudah saling tahu perasaan yang ternyata sama-sama menggebu.

Beberapa menit kemudian, Sandy sampai di depan Indomaret. Memarkirkan motor, mematikan mesin, dan memasang standar. Lalu, membuka jaket hitam, membuka helm, dan membenahi rambutnya. "I'm maybe not yours and you're not mine~ but I'll be there for you when you need me. It's only me, believe me, Girl, it's only me~ yeah it's only me~" Dan bernyanyi-nyanyi lagu Kaleb J sambil berkaca di kaca spion.

"Duh, yang calon AM nyanyi-nyanyi. Bahagia banget ya, Pak, bawaannya?" Ini Gisel, yang baru selesai jajan batagor di depan toko. Gadis itu masuk pagi, makanya sudah nongol.

Sandy tersenyum pada Gisel. Tidak sensian seperti biasa. Ia turun dari motor dengan senyuman menggantung setia pada bibirnya.

Gisel memerhatikan, lalu menukas, "Lebih dari mau naik jabatan, kayaknya Bang Sandy lagi berbunga-bunga. Hemm, abis jadian sama Kak Hafsah, ya?" Ia tersenyum meledek, menunjuk wajah Sandy sampai mata Sandy hampir kecolok.

Yang dituding langsung mendelik. "Jangan nyebar hoax lo, ngarang!" cibirnya pelan tapi galak. "Mentang-mentang baru jadian sama Eman, semua orang lo bilang jadian." Sandy menyambung sungutan candanya.

Gisel melunturkan senyum lucunya. Tapi agak tersipu juga karena Eman pacar barunya dibawa-bawa.

"Bukan jadian. Orang mau langsung gue jadiin istri," sambung Sandy tanpa dosa.

"Anjaaay!" Gisel mendorong lengan Sandy, lalu tertawa geli.

Sandy ikut terkekeh. Tersenyum lebar hingga bulan sabit terbit di matanya yang kecil.

"Ya udah cepetan lamar. Lama-lama ketikung lagi, nyaho lu, Bang." Gisel gemas betulan. Tidak bisa dibayangkan kalau Sandy menyedihkan ini kembali tertikung di belokan.

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang