34 - Haruskah Dirobohkan?

763 133 99
                                    

Pukul 12 malam. Ketika Hafsah, Iza, dan Fina sudah tidur, Herian membangunkan mereka kecuali Hafsah untuk 'bercerita'.

Maka, desas-desus dalam rumah keluarga Herian dan Fina pun berubah jadi fenomena. Perkiraan-perkiraan acak dipatahkan oleh satu fakta. Herian, sudah membagi 'apa yang terjadi' pada istri dan anak pertamanya---tanpa sepengetahuan si anak kedua.

Respons mereka? Tentu terperanjat, terperangah, amat sangat. Fina bahkan menangis karenanya, sebab ini menyakitkan. Kalau hanya satu pihak saja, mungkin tak akan sesakit ini rasanya. Ini? Dua-duanya punya cinta yang sama.

Iza, terpukul begitu keras. Hatinya sakit berlipat ganda. Bukannya apa. Iza itu selalu prihatin pada Sandy yang diterjang rangkaian lara. Lantas, kini semakin sakit mengetahui sang adik tersayang ternyata punya rasa yang sama.

Sandy tidak menceritakan peristiwa 'saling cinta' ini pada Iza. Mungkinkah karena Sandy malu dan takut dicurigai melakukan hal yang macam-macam? Entahlah, untuk hal ini, biar jadi privasi Sandy saja, pikir Iza.

"Serius ... ini kayak gak adil banget buat mereka berdua. Sandy terlambat satu malam ngungkapin perasaannya ... terus ... sekarang? Ternyata Hafsah juga cinta sama Sandy tanpa tahu perasaan Sandy sampai 2 bulan lalu? Pantes aja Hafsah makin susah ngejalanin pernikahannya. Pantes aja dia segalau itu waktu Sandy ngejauh. Pantes sampai sakit begini karena mendam semuanya sendirian. Kakak juga kalau jadi Hafsah pasti nyesek banget ... pasti akan stres juga," komentar Iza begitu sedih dan prihatin.

"Terlambat semalem gimana maksudnya?" Fina bertanya. Matanya sudah dipenuhi air-air mata.

Entah ini benar atau tidak, tapi rasanya Iza ingin bilang saja. Ia pun menghela napas, sebelum menjelaskan, "Sandy cerita ke Kakak waktu itu, waktu Kakak masih di Jogja. Jadi, besoknya dari Zayden ngelamar, Sandy ngajak Hafsah makan malem. Sandy gak tau kalau Hafsah baru dilamar Zayden. Sandy malem itu mau ngelamar Hafsah, Pa, Ma ... tapi gak jadi ngutarain karena Hafsah udah ngomong duluan kalau dia habis nerima lamaran Mas Zayden."

Papa, tentu tercengang lagi. "Tadi Sandy gak ada bilang gitu ke Papa," ungkapnya.

"Mungkin dia malu kalau harus bawa-bawa Mas Zayden juga, Pa. Sandy tuh orangnya gak enakan banget ...."

"Tapi, Zayden temen deketnya Sandy kan, Kak?" respons Herian lagi.

"Iya."

"Zayden tau gak Sandy suka sama Hafsah?"

"Tau," jawab Iza.

"Tapi Sandy gak tau kalau Zayden ngelamar Hafsah?"

Iza mengangguk getir. Sudah malas bersembunyi. Toh, banyak sekali yang sudah diketahui.

"Berarti Zayden ngumpet-ngumpet dari Sandy?"

Iza mengangguk lagi.

"Wah." Herian tak habis pikir. "Tapi kan Zayden gak tau kalau Hafsah suka sama Sandy juga? Gimana sih ini, Kak?" Herian kebingungan. Tidak tahu kalau Iza juga terlibat dalam kisah ini---sebagai orang tersayang Zayden yang tak kesampaian.

Iza tidak tahu lagi, apa harus diceritakan juga tentang dirinya dan Zayden? Ah, sepertinya jangan dulu. Malam ini cukup banyak bom waktu yang meledak. Tak mau Iza menambah ledakan dan menambah keributan perasaan.

Fina mulai menangis, tangannya menutup wajah. Duduk di atas ranjang dengan tubuh terasa tak berdaya. Ya, bukan Herian dan Indra saja yang lemas. Fina juga. Mungkin, Giani juga---setelah diceritakan oleh suaminya.

Sebagai ibu Hafsah, Fina terpukul parah. Mengkalkulasikan waktu, mencocokkan peristiwa. Sandy yang ia ketahui sering sekali sakit beberapa bulan belakang ini, bahkan sempat pingsan di tempat kerja, sampai tubuhnya kurus seperti sekarang, mungkin ... karena kesedihannya pada kenyataan? Gadis yang ia cintai menikah dengan teman dekatnya---yang mengambil kesempatan saat dirinya lengah.

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang