43 - Rekonsiliasi

833 127 123
                                    

Lembayung senja menghiasi langit terhampar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung senja menghiasi langit terhampar. Burung-burung bergerombol, terbang bersama. Entah mau ke mana. Mencari makankah? Mencari tempat tinggal? Atau sekadar menggapai indah dengan para kerabat?

Sesal. Menyesal. Mungkin itu yang Zayden rasakan. Sensasi-sensasi lampau, menyembur ke luar sukma. Dari otak, bermuara ke nalar. Namun, sudah terlambat. Harapan lama telah terkubur dalam. Gegabah. Terlalu meledak. Padahal, Zayden tidak mau lagi kehilangan.

"Dia bilang apa?"

"Katanya, Mas Zay gak percaya lagi sama dia."

Diam sejenak, lalu bertanya, "Terus, apa kata Mama sama Papa?"

Gadis itu menggelengkan kepala. Mengisyaratkan kalau Mama-Papa tak berkomentar apa-apa.

Keduanya menatap ke arah depan, digelayuti pikiran-pikiran yang berbeda. Namun, bersamaan dengan kicau burung yang baru-baru terdengar, pikiran mereka menemui kesamaan. Namun, malu untuk diutarakan.

"Terus gimana, Mas?" Gadis itu bertanya, sedikit menuntut intonasinya.

"Gak tau, Za," jawab Zayden terkesan menyerah.

Iza yang mendengar jawaban tak bergairah itu memutar tubuhnya dengan cepat. "Kok gak tau, sih? Mikir dong, Mas. Cari jalan, supaya kalian bisa serumah lagi!" ucapnya kesal. Dahinya sudah berkerut saja.

Zayden mengalihkan pandangan, dari atap-atap rumah warga menuju Iza yang sudah ketat sekali ekspresinya. Menghela napas, tak melepas tatap dari iras wanita di hadapannya.

Kedua orang itu sedang mengadakan pertemuan dadakan, di rooftop puskesmas tempat Iza bekerja. Sangat tidak elit memang. Namun, itu inisiatif Zayden---yang ingin menghampiri Iza ke sana untuk membicarakan banyak hal.

Tadinya, Iza enggan. Malas. Sibuk, katanya. Tapi, tahu sendiri adatnya si Zayden, kalau sudah A, ya A. Maka, lelaki itu tetap menghampiri Iza. Sepulang kerja, bergegas ia dari Bekasi ke Jatinegara. Muncul di depan puskesmas ketika Iza sudah mau pulang kerja. Alhasil, Iza tak dapat lari kecuali melayani Zayden yang sudah di depan mata.

"Apaan ngeliat-ngeliat? Bukannya jawab, malah ngeliat-ngeliat!" sambar Iza gusar.

Zayden bergeming. Ada senyum begitu tipis di ujung bibir. Masih menatapi Iza dengan tatapan dalam yang berarti.

Iza menghela napas, lalu menatap Zayden lebih sabar. "Udah mau maghrib, Mas. Aku pengen pulang," ucapnya terdengar lebih lembut daripada sebelumnya---yang selalu ketus dan judes.

"Kamu bisa gak sih gak nyuruh aku cepet-cepet terus? Dari dulu, setiap aku ngomong sama kamu, pasti kamu maunya cepet-cepet. Kenapa sih bawaannya ngehindar terus? Aku tuh ke sini mau cerita tentang istri aku," cerocos Zayden.

Kuping Iza terasa pengang. Wajahnya terlihat datar dan lelah. Lelah dengan Zayden yang selalu berisik jika sudah bersamanya.

"Mas."

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang