14 - Konsolidasi 1/3 Malam

1.1K 154 117
                                    

Hari Sabtu ini, Sandy sudah kembali bekerja di Indomaret. Masih punya jatah 2 hari untuk libur di bulan ini. Soalnya, tidak jadi 4 hari. Sandy pulang di hari kedua setelah bepergian dengan Iza tempo hari. Mereka menginap semalam saja di salah satu penginapan terdekat. Tidak sekamar, tenang saja.

Kepala Sandy pusing sekali sejak bangun tidur pagi tadi. Mungkin karena kelelahan di hari kemarin. Ia sudah meminum obat generik guna meringankan sakit. Namun, sepertinya tidak terlalu berpengaruh baik. Ia masih pusing. Lantas, keluhan lainnya menghampiri---badan Sandy hangat, lemas, dan tidak berkeringat sejak pagi hingga siang bolong ini.

Sandy melihat jam pada ponsel, baru pukul 1 siang, tapi rasanya sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan pekerjaannya sampai jam 5 nanti.

Ia pun mencari asisten kepala toko yang bernama Eman. Dan ternyata, Eman sedang berdiri di dekat rak minyak goreng---yang belakangan ini meresahkan warga karena mengalami kenaikan harga.

"Eman."

Yang namanya dipanggil pun menoleh. "Ya, San?"

"Gue boleh titip toko, gak?" tanya Sandy pada rekan kerjanya.

"Mau ke mana lo?" Eman si asisten kepala toko bertanya balik.

Sandy menyapu kepalanya sendiri dengan perlahan. "Kepala gue pusing banget, Man, dari tadi pagi," keluhnya dengan mata yang terlihat sayu.

Eman refleks menyentuh leher Sandy. "Iya, ya. Anget, Bro, kayak kuah Indomie kari," komentarnya.

Sandy terkekeh kecil.

"Lo mau pulang?" Eman bertanya, lalu diangguki oleh Sandy. "Ya udah pulang, gih. Nanti gue yang ngurus di sini. Hati-hati, bisa pulang sendiri?"

"Iya, bisa. Ya udah, thanks ya, Man." Sandy menepuk pelan bahu kawannya.

Kemudian, Sandy pun berlalu untuk bersiap-siap. Merapikan barang-barangnya sebelum bergegas pulang. Beruntung, Sandy masih punya daya untuk membawa motor ke rumah---yang syukurnya dekat.

Selama di jalan pulang, penglihatan Sandy sering agak oleng tiba-tiba. Berbahaya sekali memang. Namun syukurnya, ia dapat tiba dengan sentosa di rumahnya.

Buna Giani habis sholat dzuhur. Mukena warna hijau botolnya belum dibuka. Sedang duduk di kursi teras, sambil menggunting kukunya. Lalu, pergerakannya pun terhenti tatkala si anak semata wayang sudah pulang di tengah hari begini. Wanita itu pun berdiri.

"Assalamualaikum," salam Sandy sambil meraih tangan ibunya.

"Waalaikumsalam," Giani memberikan tangannya, yang lalu dicium oleh anaknya. "Kok udah pulang kamu?"

"Gak enak badan, Bun." Sandy menjawab dengan wajah lesunya.

"Huh? Mana sini." Giani mendekat. Menyentuh dahi, pipi, dan leher anaknya dengan sigap. "Aduh ... iya. Ayo sini, masuk. Buna bikinin susu anget, ya?" ujarnya dengan kekhawatiran yang cantik, sambil menarik tangan Sandy untuk masuk ke rumah.

Sungguh, kalau dilihat sepintas, Sandy dan Giani terlihat seperti kakak-adik saja saking awet mudanya si Buna. Apalagi, tubuh Giani ini kecil dan imut. Hanya ketambahan 8 kilogram saja semenjak foto mudanya dengan Indra yang kalian lihat waktu itu.

Giani mengantar anaknya sampai ke kamar, lalu merapikan barang-barangnya di atas meja belajar. Dilihatnya Sandy langsung berbaring dan menarik selimut, menutup tubuhnya hingga leher atas. Giani menghela napas, di siang hari yang terik begini, anaknya malah pakai selimut. Berarti, benar-benar tidak sehat.

▪︎◇▪︎◇▪︎◇▪︎

▪︎◇▪︎◇▪︎◇▪︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang