19 - Cerita di Indomaret

753 132 130
                                    

Sudah dua hari berlalu semenjak Sandy mengamuk dan menumbuk keras pintu lemari serta dinding kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari berlalu semenjak Sandy mengamuk dan menumbuk keras pintu lemari serta dinding kamar. Buku-buku jari kanan masih keunguan, masih sakit pula bila dipegang. Beruntung tidak sampai remuk redam. Namun, dada sesaknya jadi sedikit lega.

Sebab terkadang ... berteriak dan menjerit itu perlu, supaya sampah-sampah perasaan bisa keluar dari relung. Sandy juga tidak suka menjadi pundung. Ia juga sedang berusaha sembuh. Namun, mengertilah ... menyembuhkan hati tak semudah bertutur.

Mengapa Sandy tersedu hingga berlutut dan memeluk kaki bundanya malam itu? Apa karena sedih tidak bisa mendapatkan Hafsah? Sangat klise. Bukan itu alasannya. Sandy menangis karena menyesal sudah membuat Buna menangis kecewa hingga melontarkan kata-kata kasar. Sandy kesal pada dirinya yang selalu memimpikan Hafsah setiap malam, padahal sudah berusaha melupakan wanita itu setiap saat.

Bagaimana kalau mimpi-mimpi Sandy merupakan sebuah pertanda? Kita tidak tahu, kan? Yang tidak baik diceritakan itu adalah mimpi buruk, sedangkan mimpi Sandy? Selalu teramat indah.

Tidak tahulah. Itu rahasia Tuhan.

Mungkin bagi sebagian orang, Sandy berlebihan dan terlalu banyak drama. Tapi, sepanjang ini pun Sandy diam saja, tak pernah membebani orang. Sakit pun Sandy tak mengeluh apa-apa. Sandy bukan nabi yang sabarnya seluas lautan. Marah dan berteriak sekali tentu tidak fatal, bukan?

....

Sore hari yang cerah ini, Sandy sedang menatap rak mie instan sambil berpikir, mencari-cari solusi agar masalah toko dapat terselesaikan dengan baik. Sesekali, menyeruput minuman vitamin C yang ia pegang di tangan kiri.

"Kalau gue pasang semacam kamera pengintai yang kecil di setiap rak dengan pemantauan monitor ketat ... kayaknya bisa menekan NBH, deh. (Nilai Barang Hilang)." Sandy bermonolog pelan, lalu menghela napas. "Bocah-bocah bangor! Bisa-bisanya nyolong diem-diem, mana masih SD. Mau jadi koruptor kali ya gedenya? Hmm ... nanti si Rosa anak baru yang gue suruh jaga monitor." Ia bermonolog lagi, menyusun siasat sambil menatap bungkusan-bungkusan mie instan.

"Woy!"

"Astaghfirullah–"

"Jalan kaki siang-siang, jangan sampai ketemu buaya–"

Sandy mengerjap-ngerjap, kaget habis dipukul bahunya oleh Iza yang entah datang dari mana.

"–Apa kabar Sandy sayang, kayaknya gak punya kuota, ya?"

Mereka bertatapan tanpa gerak, dengan Iza yang tersenyum lebar sementara Sandy dengan raut kaku terkesiap.

"Hafizah! Kaget gue, Samsat!" kemudian Sandy mencerca kesal.

Iza tertawa karena Sandy yang hobi mempeleseti Bangsat menjadi Samsat. Mengisyaratkan bahwa Sandy tidak betul-betul marah.

Sandy menyapu-nyapu dada, lalu menghela napas. "Ada gue kuota, tapi cuma kuota WA," ujarnya kemudian, sudah kondusif cara bicaranya. "Dari mana lo tiba-tiba muncul?"

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang