37 - Waktu Terkuak

845 130 121
                                    

Beberapa belas hari kemudian...

Pesta ulang tahun Hafsah dan Hafizah akan diselenggarakan 4 hari lagi. Sedangkan Zayden, setelah mengerjakan tugas selama 64 hari, akan pulang ke Jakarta dari Luwu malam ini. Barang-barang sudah ia kemas rapi. Oleh-oleh pun sudah ia beli di hari kemarin. Beruntung sekali Zayden dapat pulang sebelum hari ulang tahun sang istri.

Pagi ini, masih pukul 7 pagi. Pria tinggi itu sudah tak tidur, melainkan tengah terbelalak dan menghela napas sesekali. Batinnya kacau balau tak terperi. Rasanya, mau berhenti mendengarkan benda ini. Namun, dera penasaran masih berapi-api.

Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum Zayden pergi ke bandara. Sekarang, ia sedang menantang kenyataan. Baru dikirimi sebuah data rekaman. Yang ia rencanakan tak terlalu berjalan mulus, sebab data pertemuan Hafsah hanya ada satu saja. Tapi, kedengarannya ini sudah lebih dari cukup untuk mengetahui semuanya.

".... Saya selalu nurut karena saya gak mau sampai jadi istri durhaka. Saya takut dosa. Tapi, kalau cinta ... saya masih susah cinta sama suami saya, Dok."

"Kenapa? Karena Hafsah masih suka kepikiran sama sepupu Hafsah?"

".... Saya berusaha lupain dia ... setiap waktu saya coba. Tapi gak bisa, Dok. Saya sampai sering sakit kepala, pusing. Dada saya kadang sakit atau kayak sesak gitu, Dok, kalau udah mulai mikirin dia."

"Sejak kapan memangnya Hafsah suka sama sepupu Hafsah?"

".... Dari waktu masih kuliah, Dok. 3 tahun lalu mungkin."

"Baik. Terus, Hafsah?"

".... Tapi, saya lihat dia gak ada perasaan sama saya. Makanya, saya coba buka hati untuk orang lain ... saya udah pingin banget punya anak. Saya suka banget sama anak-anak. Jadi, saya terima suami saya karena mau move on. Awalnya, memang susah, tapi saya selalu bertahan dan berusaha untuk jadi istri yang baik. Karena saya yang terima dia, berarti saya harus sayang sama dia ...."

"Suami Hafsah, gimana? Baik?"

".... Sejauh ini dia baik, Dok. Dia ngerti sama saya yang belum jatuh cinta sama dia ... cuma agak posesif aja, tapi gak apa-apa. Terus, suatu hari, pikiran saya terganggu karena sepupu saya. Waktu itu, tiba-tiba sepupu saya itu ngejauhin saya berbulan-bulan tanpa alasan yang jelas. Saya bingung, sampai akhirnya saya tanya langsung ke dia. Setelah saya paksa-paksa buat ngejelasin, akhirnya dia ngaku, Dok .... Dia jauhin saya ternyata karena mau ngelupain saya. Ternyata dia juga cinta sama saya, tapi belum sempat ngungkapin, sudah keduluan sama lamaran suami saya yang kebetulan teman dekatnya sepupu saya juga. Dan sejak tau perasaan sepupu saya ... saya jadi makin kesulitan. Rasanya sedih banget, Dok. Saya belum pernah ngerasa sesedih dan sekecewa ini selama saya hidup 25 tahun ...."

Itu hanya sebagian.

Rekaman hasil sadapan beberapa minggu lalu itu sudah didengarkan Zayden selama 1 jam 47 menit dari total 2 jam 12 menit. Berisi percakapan Hafsah dan Dokter Niana di konseling (pertemuan) kedua.

Di konseling pertama, Zayden belum sempat melakukan penyadapan karena belum kepikiran untuk menyadap. Lagi pula, pada konseling pertama, Hafsah masih malu sekali pada dokter Niana. Ia belum menceritakan secara gamblang tentang masalahnya. Hafsah hanya menceritakan perasaannya yang akhir-akhir ini berantakan, juga keluhan-keluhan fisik pada badan.

Kendati demikian, isi konseling pertama sudah dirahasiakan oleh Hafsah juga Dokter Niana. Nah, di saat itulah Zayden merasa tidak terima. Merasa berhak tahu tentang apa yang tengah melanda istrinya. Sudah membujuk Hafsah, tapi jawaban istrinya tidak memuaskan. Hanya didominasi sangkalan, pernyataan 'tidak apa-apa' dan 'tidak usah khawatir', juga senyuman-senyuman.

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang