11 - Hari H, Entahlah

1.2K 160 121
                                    

Sandy terbangun dari lelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sandy terbangun dari lelap. Matanya terbuka perlahan-lahan. Tak terbelalak tiba-tiba, sebab yang datang bukan mimpi buruk melainkan mimpi keterlaluan indah. Begitu indah dan semena-mena, menghujam sanubari juga raga.

Berkejar-kejaran riang, penuh tawa dan canda. Sandy dan Hafsah yang jadi peran utama. Ceritanya mereka saling cinta dan dimabuk asmara. Saling menggenggam tangan, melempar senyuman. Berpelukan mesra, dengan hati berpendar bahagia. Pakaian putih polos senada, pohon-pohon tinggi, dan rumput-rumput hijau turut jadi pengindah.

Tapi ... untuk apa? Sandy dicekik kenyataan. Untuk apa mimpi seindah itu datang? Untuk menyiksanya lebih berat? Semesta suka sekalikah melihat Sandy terluka?

Ini adalah hari H, tanggal 6 April tepatnya. Hari kehancuran hati Sandyakala. Untuk apa ia bermimpi semanis barusan? Hari ini adalah hari perpisahan selamanya dengan sang cinta. Kobar asmaranya harus padam secara paksa.

Sandy menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Hanya ada sedikit cahaya, dihasilkan dari lampu luar yang masuk ke ventilasi kamar.

Lelaki itu kepayahan. Semakin ia memikirkan, semakin hatinya kesakitan. Dadanya sungguh sesak. Mengapa ia sangat lemah? Bahunya pun mulai bergetar. Sandy tak mampu menahan. Ia menutup wajah dengan kedua tangan. "Ya Allah ....." Ia terisak putus asa. Lirih merana.

Sandy tidak marah walau sedikit. Seorang hamba yang kecil, mana patut membentak sang Khalik? Sandy hanya ingin menangis. Berharap Tuhan-nya berbelas kasih. Sandy lelah bersedih, sungguh lelah tak ada banding. Air mata kian membanjir. Tangannya ikut basah dibasahi air-air. Sandy menangis, terisak lemah dalam gelapnya subuh 6 April.

Tok tok tok tok

"San, bangun! Wudhu cepetan, sholat subuh dulu!" seru Indra dari luar kamar.

Hampir pukul setengah 5 pagi. Akad nikah akan dilangsungkan pukul 10 pagi nanti. Ya, sebentar lagi. Rasanya Sandy ingin mati. Mengapa ia begitu menyedihkan hanya karena satu gadis?

Terlambat semalam. Terlambat semalam. Terlambat semalam. Terlambat semalam. Frasa itu kerap menghantui Sandy, membuatnya tersiksa, mendorongnya tuk menyesal, lalu putus asa.

"Sandy?" Ayahnya memanggil lagi, masih di balik pintu.

Sandy masih bergeming. Sibuk menuntaskan tangis yang masih melipir.

Klek

Ayah membuka pintu kamar yang tak terkunci. Sandy langsung berbaring memunggungi, tak mau Ayah melihat kondisinya yang miris.

"San?" Indra menatap sedikit tegang. Matanya yang sudah plus menyipit sejenak. Telinganya, ia pasang. Punggung meringkuk anaknya bergetar, juga terisak? Indra menyalakan lampu kamar. "Sandy?" panggilnya memelan.

Sandy menarik selimutnya hingga leher. Ia malu. Belum mau menatap ke belakang pada sang ayah, tetapi sedu-sedannya pun belum bisa diredam.

Wajah Indra menyendu. Ia duduk di sebelah Sandy, lalu menyapu-nyapu punggung sang anak yang sedang rapuh. "Sandy ...."

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang