Sejak akad nikah 2 hari yang lalu, Hafsah belum bersua lagi dengan Sandy, sahabat karibnya. Waktu itu, Hafsah sempat bertanya pada Om Indra di acara prasmanan setelah prosesi akad.
"Sandy sama Buna mana, Om?"
"Udah pulang, Haf. Tadi habis akad, Buna tiba-tiba sakit perut, terus minta Sandy nganterin ke rumah."
Namun anehnya, setelah berjam-jam, Giani dan Sandy tidak muncul lagi untuk makan siang prasmanan di rumah Hafsah. Di resepsi pun Sandy tidak kelihatan batang hidungnya. Hanya Giani dan Indra saja yang hadir dengan kostum merah marun mereka.
Hafsah pun kembali bertanya, lantas Buna pun menjawab, "Sandy shift siang, Haf. Jadinya pulang malem, jam 12. Ini resepsinya kan dari jam 8 sampai jam 11, jadi gak bisa dateng Sandy-nya. Maaf ya, Sayang."
Padahal, Hafsah tahu kalau Sandy punya jatah 4 hari libur dalam sebulan. Masa sehari saja Sandy tak mau meluangkan waktu liburnya untuk meramaikan resepsi Hafsah? Dan Zayden, ia juga kan teman dekat Sandy, tapi Sandy malah tidak datang. Alhasil, tidak ada foto-foto keluarga dengan Sandy di album kamera.
Omong-omong, ini adalah malam ke-3 Hafsah bersuamikan Zayden Arbiansyah. Namun, mereka belum melaksanakan malam pertama pernikahan.
Di hari pertama, keduanya sudah kelelahan. Bahkan, yang laki-laki memilih tidur, tidak menggebu-gebu harus segera macam-macam. Lalu di malam kedua (kemarin), mereka sudah melakukan macam-macam, tapi ... tidak jadi ujung-ujungnya. Kalau mau di-flashback, begini ceritanya:
**
"Kamu udah gak capek, kan?" tanya Zayden yang sebenarnya sudah diketahui jawabannya.Hafsah jauh dari kata lelah. Tubuhnya begitu fit dan bugar. Secara fisik, sudah siap melaksanakan kewajibannya sebagai istri sah Zayden. Suaminya bertanya hanya karena ingin mendengarkan jawabannya. Ingin memanjakan telinganya sendiri dengan jawaban Hafsah.
Lalu, perempuan itu hanya tersenyum. Tentunya malu dan sebetulnya belum mau.
Zayden mendekat, memeluk tubuh Hafsah yang lebih kecil darinya. Keduanya sudah di Bekasi, di rumah Zayden yang asri dan hangat.
Hafsah, rasanya risi bukan kepalang. Namun, ia tak boleh melawan, kan? Zayden suaminya. Ia tidak boleh menolak Zayden kalau tidak mau berdosa di mata Tuhan-nya.
"Haf, aku sayang sama kamu," bisik lelaki itu.
Hafsah memejamkan mata, lalu menganggukkan kepala. Berusaha waras, berusaha menepis pikiran gilanya. Mengapa gila? Karena benaknya malah mengingat Sandy. Dan sungguh, ini tidak baik. Tidak boleh begini. Hafsah pun berkelahi. Hati dan otaknya bergelut pelik.
Zayden mulai mengecup pipi dan rahangnya, tetapi yang Hafsah bayangkan malah pria itu lagi. Pria yang tak patut ia ingat saat dirinya dengan sang suami. Hafsah takut, ia takut jadi istri yang tidak baik.
"Sayang," Zayden memanggil dengan penuh perasaan.
Hafsah membuka mata, lalu menengok kecil ke sebelah kiri, pada wajah tampan suaminya yang tak bisa dipungkiri. Namun, tak memberi bekas sedikit pun di dalam hati. Hafsah menatap wajah Zayden lama, sebagai usaha agar dapat melihat Zayden seorang, bukan lelaki lain yang tak patut tuk dibayangkan.
Zayden mendekat. Mengecup bibir istrinya dengan lembut dan saksama. Hafsah terpejam, tapi isi kepalanya tak mau berubah. Hafsah benci dirinya sendiri! Mengapa pikirannya harus sejauh ini? Namun, ia tetap berusaha membalas ciuman Zayden dengan semestinya. Tapi, tak ada kenikmatan yang dirasa, malah keterpaksaan dan tekanan yang Hafsah rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU OR NO ONE ✔️
RomansaTerlambat semalam untuk melamar Hafsah, Sandy harus rela Hafsah dinikahi Zayden, teman dekatnya sendiri. Ya, Zayden dan segala maksud tersembunyinya berhasil 'mengalahkan' Sandy. Namun, ternyata bukan cuma Sandy yang mendambakan Hafsah. Terkuak fakt...