39 - Perihal di Tanggal 14

732 135 140
                                    

Tanggal 14, pukul 8 malam. Acara ulang tahun ke-26 serupa sweet seventeen sudah 30 menit berjalan. Tempatnya tidak jauh, hanya di halaman rumah Hafsah dan Hafizah yang memang cukup luas berisi banyak tanaman.

Seru, riuh, meriah. Dekorasi khas ulang tahun bernuansa putih-kuning-hitam menghias bersama lampu temaram. Diramaikan oleh teman sekolah, teman kuliah, juga teman kompleks Hafsah dan Iza (di sini, Iza lebih banyak punya teman, berkat cara bersosialisasinya yang sangat mantap).

Dua-duanya mengenakan gaun dan mahkota bunga putih yang sama, dibelikan Mama. Rambut sepinggang Iza, ia potong tanpa ragu, supaya sama panjang dengan rambut Hafsah.

Mereka difoto berdua. Lalu, berfoto dengan Mama Papa. Dengan teman-teman. Tentunya, Zayden---yang belum pulang ke Bekasi sejak 4 haru lalu pun ikut berfoto bersama. Memasang senyum tampan, meski perasaan sedang mengambang dilema.

Banyak teman-teman Hafsah dan Iza yang mengulang perkenalan dengan Zayden. Sebab, baru kali ini mereka berjumpa lagi setelah resepsi pernikahan 8 bulan yang lalu.

Oh ya, orangtua Zayden juga ada. Tapi, ibunya saja yang datang. Papa dan kakak Zayden tidak ikut hadir sebab berhalangan.

Jujur, Hafsah sebenarnya malu dengan perayaan ini. Merasa terlalu tua untuk melakukan pesta semeriah ini.

Namun seperti biasa, Hafsah tak suka mengecewakan orang lain. Mama begitu semringah mengadakan acara ini. Lantas, menghargai usaha ibunya yang ingin menghibur dirinya yang diketahui depresi---meski Hafsah sangat tidak suka jika dianggap depresi.

Berbeda dengan Iza. Gadis itu sangat hyperactive di pesta ulang tahunnya. Menyemangati teman-temannya yang naik ke panggung, menyumbang lagu---meski suara beberapa teman fals dan tak enak di rungu.

"Haruskah kumati karenamu~"

"KARENA DEMI CINTA YANG MUNGKIN BISA MEMBUNUHKUUU. HENTIKAN DENYUT NADI JANTUNGKUUU." Dengan sembrono asal seru, Iza dan geng SMA-nya bernyanyi bersama. Menyanyikan lagu Ada Band yang dibawakan oleh salah satu teman alumni Prodi Kebidanan (seangkatan dengan Iza).

Di atas sofa panjang yang berada di tengah halaman, yang diperuntukkan untuk Hafsah dan Iza, duduklah Hafsah dengan Fina, mamanya. Menikmati suasana sejuk malam dan pemandangan heboh Iza juga teman-temannya.

Hafsah sesekali memandangi Iza dan kawan-kawannya. Sesekali juga, melihat tumpukan kado di atas meja tak jauh darinya. Lagi-lagi, kembali merasa malu karena diperlakukan seperti anak TK yang diberikan kado oleh teman-teman.

Pikiran Hafsah terlalu bercabang. Padahal, nikmati saja keseruan pestanya. Toh, teman-teman yang datang tak ada satu pun yang komplain. Malahan, mereka senang-senang saja. Bisa bertemu kawan-kawan lama, menikmati makanan dan minuman, bernyanyi-nyanyi heboh sambil tertawa.

Tapi, tetap saja. Hafsah kini malah melamun di atas sofa berdekorasi tersebut. Mentapi salah satu kado di antara kado-kado lainnya---kado Sandy yang dititipkan lewat jalur Buna sejam yang lalu.

".... Hafsah udah jadi istri Zayden. Gak boleh inget-inget laki-laki lain, nanti dosa Hafsah-nya, ya? Gak boleh, ya? Nanti juga lama-lama lupa, kok. Gak kenapa-napa, Hafsah mah kuat, ya?"

Teringat lagi, teringat lagi. Di saat-saat tertentu, segala tentang Sandy memang kerap menghantui. Dan bukannya berhasil melupa, hati malah pedih kala terlintas kalimat-kalimat dan raut wajah Sandy.

YOU OR NO ONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang