19 | Wont go home without you

65 11 3
                                    

Orchid duduk sembari memainkan kakinya dibawah. Sepatu berwarna campuran pastel itu terlihat sangat lucu ketika ia memperhatikan dengan lebih baik lagi. Itu adalah sepatu yang dititipkan oleh Aa Angga pada Abah ketika kembali ke Jepang. Abah bilang, sepatu ini kembar dengan milik Aa dan Teh Risa. Sulit sekali mencari ukuran mini gadis itu di sana.

Saat ini, Orchid sedang berada di rumah sakit bersama dengan Abah. Tadi ia sudah bertemu dengan dokter yang beberapa kali ia kunjungi. Dan kini, Ia sedang menunggu Abah dari Apotik.

Kedua pergelangan tangannya kembali di perban. Kali ini sedikit lebih kuat dan baik lagi. Ia tidak terlalu leluasa menggerakkannya.

Bosan menunggu, Orchid mengangkat kepala untuk melihat sekitar. Namun, tatapannya justru mengarah pada seseorang yang sangat ia kenali. Sosok lelaki tinggi gagah dengan wajah putih dan sudut mata tajam.

"Hai, Javas." Orchid menyapa ketika Javas tepat berada didepan untuk melewatinya.

Javas ikut berhenti, sedikit terkejut dengan kehadiran Orchid di tempat yang sama. Sejak tadi, ia sibuk menunduk pada ponselnya.

"Oci? Ngapain?"

Orchid mengangkat sebelah tangannya. "Jadwal rutin."

Entah gerakan refleks atau memang ingin, Javas mengambil tangan Orchid dan menatap perban tersebut. Sang pemilik yang terkejut, sedikit merasa tak nyaman dan menarik tangannya kembali lebih perlahan.

Ia menyadari kehadiran sosok lain di belakang Javas. Orchid sedikit memiringkan tubuhnya agar bisa melihat siapa orang itu. Javas pun sedikit menyingkir, membiarkan Orchid melirik kebelakangnya.

"Lo sama siapa?" tanya Orchid akhirnya.

Javas tidak ikut menatap kebelakangnya. Matanya hanya terkunci pada gadis yang jauh lebih pendek itu.

"Teman, dari Qatar."

Orchid mendongak sesaat. "Teman?"

Sosok yang sejak tadi dibelakang Javas itu melangkah maju. Akhirnya ia bertemu tatap dengan pemilik suara yang berhasil mengalihkan perhatian Javas pada ponselnya. Orchid melebarkan mata, terdengar jelas jika ia menahan napasnya.

"Cantik," desisnya kagum. Lantas kembali menatap Javas. "Lo yakin dia gak menyesal berteman dengan lo?"

Javas mengangkat sebelah alisnya. Sementara Orchid menggerakan tangan di sekitar wajahnya. "Stone face."

Orchid tidak memperhatikan balasan ekspresi wajah Javas. Fokusnya teralih pada gadis yang kini mengulurkan tangannya lebih dulu. Ia jauh lebih manis ketika akhirnya tersenyum.

"Senang bertemu denganmu, namaku Ariana. Kamu teman Hesyam?"

"Hesyam? Aaah..." Orchid membalas uluran tangan Ariana dan menjabatnya dengan senang hati. "Orchidea. Kami satu sekolah."

Seolah tidak ingin membiarkan keduanya berkenalan lebih lama, Javas segera menarik perhatian Orchid.

"Lo sama siapa? Raskal?"

Orchidea mengarahkan kepalanya pada Javas dan menggeleng. "Enggak, sama Abah."

"Pergelangan tangan lo masih sering sakit? Jarinya gimana?" Javas menunjuk tangan gadis itu dengan dagunya.

"Gak sesering dulu," gadis itu menggerakan pergelangan tangannya perlahan. "Tapi beberapa kali suka kumat."

"Jari-jarinya? Lo masih main Biola, kan?"

"Gak juga."

Orchid baru ingin bertanya lagi ketika ponselnya berdenting kecil, sebuah pesan baru saja masuk.

[Sweet] RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang