Dewata bersenandung kecil sembari menyenderkan tubuh di jok mobil. Menikmati Rabu pagi yang indah ini dengan latar jalanan kota Samarinda.
Pagi ini, ia tidak membawa mobilnya sendiri, melainkan bersama dengan supirnya. Rambut lelaki itu masih setia panjang dan berantakan.
Sebenarnya, Dewata sama sekali tidak ingin pergi ke mana pun sepanjang hari ini. Salah satunya karena ia tidak bisa membawa motor/mobil karena tangannya.
Lengan kanan lelaki itu saat ini sedang terpasang gips hingga siku. Membuat gerakan Dewata sedikit terbatas.
Semalam ia mengalami kecelakaan saat ingin menuju kerumah, jam dua malam. Orang tuanya yang baru saja tiba setelah dinas di California itu segera menyusul putra bungsu mereka di rumah sakit saat itu juga. Namun, ternyata penyebab kecelakaan Dewata adalah lelaki itu dalam kondisi sehabis mengkonsumsi alkohol, namun masih memiliki kesadaran yang sangat baik. Ia hanya sedikit mengantuk dan kehilangan kendali kemudi. Pun, mobilnya hanya menabrak pembatas jalan saja.
Awalnya ayah dan ibu Dewata hendak membuat anaknya beristirumah saja di rumah. Tetapi alasan kecelakaan itu membuat mereka tetap memaksa Dewata sekolah apapun yang terjadi. Dewata jelas tidak bisa membantah. Tidak ada alasan lagi yang bisa ia buat. Sebab Dewata menulis dengan tangan kiri.
Dan disinilah ia berada. Duduk tenang di kursi belakang, sembari menunggu sopir mengantarkannya kesekolah. Jaraknya masih 20 menit lagi, Dewata sudah mulai menguap untuk kesekian kali.
"Hmm?"
Dewata mempertajam penglihatannya yang sedikit mengabur karena baru saja menguap.
"Pak Acang, saya turun di sini aja."
"Eh? Den? Den Dewaaa???!"
Belum jelas apa maksud ucapannya, Dewata sudah turun dari mobil dan menarik tasnya turun. Beruntung mereka masih berada di lampu merah.
Dengan tas tertenteng di pundak, Dewata menyebrangi jalanan dengan santai. Sosok tinggi jangkung dengan bahu lebar itu sempat menarik perhatian. Dewata memang memiliki postur orangtua nya yang tinggi. Apalagi ibunya memiliki darah Rusia.
Langkah Lelaki itu memelan saat berada di dekat angkot yang menuju ke sekolah mereka. Dengan sangat membungkuk, ia memasuki angkot tersebut setelah seorang gadis lebih dulu.
"Eh? Kak Dewata?"
Dewata menoleh saat seseorang menyebut namanya.
"Oi," sapanya singkat.
Orchid menatap luar jendela kearah sekitar. "Kak Dewata ngapain naik angkot?"
"Gak boleh? Angkutan umum, kan?"
"Eh? Iya siih... tapi, kan, Ka Dewata sering bawa mobil atau motor?"
Dewata mengangguk dan menujuk sembarang arah. "Mobil mogok di sana."
Kening Orchid mengerut tipis. "Supaya gak telat?"
"Iya."
Gadis itu merasa aneh mendengarnya. Dewata? Takut terlambat? Bahkan jika gerbang di tutup sekalipun, Dewata dengan mudah memasukinya. Tapi sudahlah, Orchid tidak ingin bertanya lebih banyak. Toh, ini memang angkutan yang bisa dinaiki siapa saja.
Dewata juga tidak banyak berucap. Ini kali pertama ia menaiki angkutan umum. Bahkan, ojek saja lelaki itu tidak pernah menaikinya. Hingga, saat seorang ibu-ibu bertubuh tambun naik dengan tas belanjaan besar, dan duduk tepat di samping Dewata, lelaki itu cukup terkejut. Pasalnya, barang dan tubuh ibu itu mengenai dirinya.
Lelaki itu sedikit shock karenanya. Hal yang membuat Orchid menahan tawa karena ekspresi wajah Dewata. Ia belum menyadari dengan keadaan tangan kakak kelasnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sweet] Revenge
Teen FictionDipertemukan oleh malam, dipisahkan oleh Senja. April, 21 Untuk kamu, teman kecil ku..