21 | Power Of ...

67 14 4
                                    

Matahari nyaris tumbang saat Orchidea baru saja keluar dari gerbang sekolah, setelah sejak dua jam lalu mengikuti rapat anggota Osis, gadis itu akhirnya pulang juga.

"Lo beneran gak mau bareng gue aja, Ci? Udah senja, loh."

Nurul menghentikan motornya di depan gerbang sekolah. Tepat didepan Orchid. Tadi, Gadis itu membantu Nurul untuk membersihkan ruang OSIS terlebih dahulu. Sehingga, rasanya hal baik jika Nurul menawarkan rekannya itu tumpangan untuk pulang.

Orchid menggeleng sembari memperbaiki tali tasnya. "Gak perlu, Rul. Lagian, rumah kita beda arah."

"Yaelah, gak kenapa kali, Ci. Dibanding lo nunggu angkot? Iya kalo masih ada. Kalo engga?"

"Kan masih ada Ojek Online."

Nurul tampaknya masih berat hati untuk meninggalkan Orchid seorang diri. Pasalnya, sekolah benar-benar sudah sangat sepi. Gadis itu juga menolak ketika ia menawarkan diri untuk menemaninya.

"Yaudah, deh. Kabarin gue kalo lo gak dapat jemputan, ya? Gue mau ke rumah Helma dulu, kok."

Orchid mengangguk dan melambaikan tangannya. Melepaskan Nurul pulang kembali kerumah. Gadis itu tersenyum kecil. Ia sendiri saja tidak tahu masih ada angkot yang tersedia atau tidak. Hanya saja, ia tidak ingin merepotkan temannya itu. Juga, Orchid tidak membawa cukup uang untuk sekedar menggantikan bensin milik Nurul. Sekalipun gadis itu tidak akan pernah mempermasalahkannya.

Dan benar saja dugaan Orchid, banyak Ojek Online yang tidak tersedia di dekatnya saat ini. Mungkin karena senja telah tiba? Mungkin mereka masih beristirahat sejenak, menunggu senja berlalu menjadi malam. Mungkin Oci bisa menunggu sebentar lagi.

Senja sebenarnya belum benar-benar datang. Langit masih tak terlalu gelap. Gadis itu duduk tenang di halte. Meski sesekali menatap jam tangan. Menerka-nerka, berapa lama lagi mentari tenggelam.

Hingga, tak lama menunggu di pinggir jalan sunyi itu. Telinga Oci mendengar suara-suara yang sepertinya menghampiri dirinya. Gadis itu menoleh kearah kanan. Benar saja, sekitar lima motor mendekat kearahnya. Jaraknya masih cukup jauh, namun Oci melihat jelas lampu jarak jauh itu.

Gadis itu sedikit memicingkan matanya. Salah satu dari pengendara motor membawa bendera hitam besar berlambangkan Elang, yang dipegang oleh orang diboncengannya. Orchid meneguk salivanya. Menengok kanan dan kiri, mencari seseorang yang sekiranya dapat membantu. Namun sialnya, tak ada satupun orang di dekat sama. Pun, hanya sekedar melewati jalan tersebut.

Sedikit panik, Orchid mengambil tasnya di belakang punggung dan mengeluarkan jaket yang sejak tadi ia simpan dalam tas. Sebenarnya, Orchid sengaja meninggalkan jaket tersebut di dalam laci meja. Namun ternyata dengan polosnya Icha menyerahkan jaket tersebut ke ruang OSIS ketika jam pulang berbunyi.

Mungkin ada keuntungan jika Orchid menggunakan jaket itu sekarang. Entah apakah itu memiliki fungsi yang sama dengan jubah ajaib milik Harry Potter, atau hanya bualan anak Helios semata. Jika jaket Helios akan membuat musuhnya gentar. Padahal, jelas sekali itu hal bodoh. Seberapa berpengaruhnya sih jaket Dewata atau Helios? Kan, orang-orang akan berpikir siapa yang menggunakannya lah yang membuat lawan gentar. Tapi lupakan dulu, mari bergantung pada keberuntungan saja.

Kendaraan bermotor itu semakin mendekat. Orchid bisa mendengar seruan-seruan nakal mereka ketika melihat gadis itu seorang diri di halte Andromeda. Dua tangan gadis itu saling bertaut di atas pahanya. Wajahnya ia palingkan, seolah tak menyadari kehadiran anak-anak lelaki itu yang sudah berada di gedung samping sekolah. Tampaknya, mereka kesenangan saat melihat siswi Andromeda di hadapan mereka.

Apakah Helios dan Elang kembali berselisih lagi? Memang sejak dulu dua sekolah ini selalu berselisih, dan berkelahi. Bahkan, tak jarang beberapa siswa di tahan polisi saat pengejaran ketika mereka tawuran. Melihat anak Elang ada disekitar Andromeda, itu artinya Helios memang sedang terlibat perkelahian lagi.

[Sweet] RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang