Pemakaman dilakukan, mendiang Elona dibawa kembali menuju Jakarta untuk dikebumikan.
Semuanya ikut kembali, mengantar Elona menuju persemayaman terakhir. Bahkan Javas sekalipun, padahal hari pernikahan hanya hitungan jari.
Oci sudah menyerah untuk memberitahu Javas bahwa tak baik menuju hari pernikahan tetapi ia menghadiri pemakaman. Namun, Javas tetaplah Javas. Baginya, tak ada yang lebih penting dibandingkan menemani sosok yang bersamanya sejak lama.
Raskal adalah saksi perjalanan hidup Javas. Jatuh dan bangun. Maka jika hanya sekedar mengantarkan dan menemani Raskal saat ini, itu bukanlah satu hal yang besar.
Selepas Adzan Dzuhur berkumandang, pemakaman selesai. Hanya tersisa segelintir orang. Tak ada keluarga, sebab Elona hanya tersisa seorang diri. Hanya Raskal yang bersamanya.
"Aku tak tahu harus bagaimana lagi, Dea. Rasanya separuh hidupku pergi."
Orchidea menunduk, memeluk Raskal yang masih berdiam diri di tepi batu nisan. Menatap hampa gundukan tanah bertabur bunga tersebut.
"Kamu tetap bisa melanjutkan hidup, Raskal," bisik Orchidea menguatkan, sembari mengusap tubuh lelaki itu hangat. "Kamu memang kehilangan sosoknya, tapi Elona pasti terus bersamamu. Kamu melakukan hal yang baik, dengan terus menemaninya."
Arkasa berdiri sembari memegang payung, menepuk pundak Raskal menguatkan. Luruh sudah tembok permusuhan antar mereka. Kehilangan ini membuat lima orang itu tergerak, dan melupakan apa yang pernah terjadi di antara mereka.
Orchidea segera bangkit, dadanya terasa nyeri entah karena perihal apa. Wanita itu meringis kecil, namun masih bisa menahan.
Tangan Orchid terulur pada Arkasa yang segera menyambutnya. Waktu mereka sudah habis dan harus segera pulang. Javas pun juga sudah harus kembali, sebelum membuat kekacauan lainnya.
Menguatkan Raskal sekali lagi, kelimanya pamit untuk pulang. Hanya menyisakan Raskal yang masih bertahan pada pusara Elona.
Arkasa memegang payung, berjalan bersama Oci yang masih menautkan tangan pada lengannya.
"Kamu baik-baik saja?"
"Tidak," jujur Orchid yang pada dasarnya tak bisa menyembunyikan apapun dari Arkasa. "Aku rasa dadaku kembali sakit."
Mendengarnya, Arkasa mengeratkan pelukan Orchid pada lengannya. "Aku akan mengantarmu lebih dulu ke rumah sakit sebelum kembali menuju Bali."
Javas melihat hal tersebut, sebab ia berada dibelakang keduanya. Sesuatu pastilah terjadi, namun pria itu memilih bungkam.
Ada banyak hal yang disembunyikan Orchid, dan hanya sosok pria disampingnya yang mengetahui hal-hal tersebut.
***
PAST
Arkasa melemparkan bola basketnya ke sembarang arah. Beruntung bola oren itu tak mengenai salah satu guci atau lemari kaca yang berada di ruangan tersebut.
Saat ini, ia sedang berada di kantor miliknya. Lantai tertinggi pada sebuah hotel, tepat di atas Lounge.
Hotel tersebut memang milik orang lain, tetapi Lounge di dalamnya adalah milik Arkasa. Pada umur yang bahkan belum genap delapan belas tahun.
Lelaki muda itu menatap ponselnya, sembari bersandar malas pada sofa tunggal. Dasinya sudah ia lucuti sejak tadi. Rapat penting baru saja selesai, bersama dengan Ayahnya.
Sejak tadi, gadis bernama Orchidea itu sama sekali tidak membalas pesannya. Padahal gadis itu selalu bersama ponselnya.
Pada sisi lain, yang ditunggu-tunggu baru saja membuka mata, terganggu akibat notif pesan yang masuk secara beruntun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sweet] Revenge
Teen FictionDipertemukan oleh malam, dipisahkan oleh Senja. April, 21 Untuk kamu, teman kecil ku..