Bagian 7

612 19 0
                                    


Ini adalah kisah bagaimana pertemuan pertamaku dengan Baskara. Dia adalah teman kuliahku, lebih tepatnya teman sekampus. Meskipun kami berada di angkatan yang sama, tetapi kami tidak berada di jurusan yang sama dan tidak pernah mengenal sebelumnya. Hingga suatu hari ketika kami berdua telah berada di tahun akhir. Kami bertemu di suatu pelatihan menulis yang sering diadakan oleh unit kegiatan mahasiswa kampus.

"Pembicara kita untuk materi pertama adalah Mbak Maya Farida, salah satu kontributor media daring yang sangat terkenal dan biasa kita kenal dengan rubik cupida, Cuap-Cuap Farida yang sering membahas isu feminisme, pendidikan, politik, dan berbagai kritik mengenai isu-isu sosial yang up to date di negeri ini," kata seorang moderator perempuan yang kuketahui bernama Marisa. Salah satu anggota unit kegiatan mahasiswa literasi yang bernama Cakrawala, sebuah UKM yang memang sering mengadakan kegiatan pelatihan tulis menulis paling tidak setahun sekali. Segmen Mbak Farida ini adalah segmen pertama dari acara ini dan banyak ditunggu-tunggu. Dia merupakan salah satu dari dua pembicara utama yang kehadirannya membuat acara ini banyak diminati oleh anak-anak kampus. Meskipun hanya ada kurang lebih 30an peserta, tetapi itu sudah merupakan suatu keberhasilan panitia dalam menyelenggarakan acara.

Pembicara yang dikenal sebagai Mbak Farida berjalan di depan audience dan duduk di sebuah kursi yang telah disiapkan oleh panitia. Kami mengikuti acara pelatihan 2 hari 1 malam itu di sebuah selasar yang disebut dengan Selasar Raharja. Sebuah tempat yang dikelola oleh sebuah organisasi masyarakat di dekat kampus kami. Pembicara memulai dengan melemparkan berbagai guyonan ringan.

"Apa kabar teman-teman mahasiswa. Kira-kira siapa saja teman-teman di sini yang suka menulis?" tanya Mbak Farida dan para peserta antusias untuk mengangkat tangan. "Sedikit cerita, saya dulu tidak suka menulis tapi hanya suka membaca guys. Bapakku senang berlangganan koran dan aku membacanya. Saat kuliah, aku yang anak desa terpepet nggak punya uang. Jadinya aku memutar otak, kira-kira hal apa yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan uang. Jatuhlah pada menulis. Tulisan pertamaku tentu tidak serta merta diterima di media, tapi aku mencoba dan terus mencoba hingga sekitar tiga bulan semenjak aku memutuskan menulis, tulisanku akhirnya diterbitkan di Jawa Pos dan aku sangat senang. Itu adalah dua ratus lima puluh ribu pertamaku yang aku dapatkan dari menulis."

"Jadi untuk teman-teman yang ada di sini, saya tidak akan menyampaikan materi yang panjang soal kiat-kiat menulis. Kita mengalir saja ya, saya menceritakan pengalaman terkait menulis disela-selanya. Kalau begitu, mbak operator silahkan memulai slide presentasinya," terang Mbak Farida dan dia mulai membacakan slide presentasi yang telah disiapkannya dengan diselingi keterangan lebih lanjut agar kami bisa lebih mengerti apa yang disampaikannya.

Aku sangat antusias mendengarkan pemaparan Mbak Farida, terlebih orangnya memang cukup humoris dan suka menggosip ala-ala perempuan. Ketika Mbak Farida hampir menyelesaikan slide presentasinya. Tiba-tiba kepalaku pusing sebelah dan terasa sangat berat. Aku pun menjadi lunglai dan sedikit lemas. Kepalaku kusandarkan pada sandaran kursi dan pelan-pelan aku memijat pelipisku. Rasa mengantuk yang cukup kuat menyerangku dan menghilangkan konsentrasiku dalam mendengarkan pembicara. Setelah itu aku tidak tau lagi apa yang dibincangkan oleh pembicara.

"Hei... bangun... bangun..." seseorang disebelahku menepuk-nepuk pundakku. Rupanya aku sedang tertidur di kursiku. Aku mencoba bangun, tetapi kepalaku sangat pusing dan rasanya lemas sekali.

"Masih pagi udah tidur aja," sahutnya lagi menyindirku. Aku tau itu suara seorang pria. Namun, apa daya aku masih sangat berat untuk bangun. Ini pasti karena beberapa hari terakhir, aku sering makan sembarangan sebelum mendapatkan bulananku.

"Terimakasih udah bangunin," kataku.

Dengan kepala yang masih terasa berat dan kesadaran yang belum benar-benar pulih, aku merogoh kantung samping tas selempangku. Aku tidak pernah lupa untuk membawanya, obat penambah darah. Aku menelan satu pil, lalu mengambil botol air yang ada di dalam tasku dan meneguk isinya. Rasanya segar sekali setelah meminum air putih, membuat kantukku menjadi sedikit hilang.

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang