Bau harum roti bakar membangunkanku pagi ini. Aku segera beranjak menuju dapur dan melihat Baskara sedang memanggang roti tawar menggunakan wajan anti lengket. "Sarapan siap," ujarnya usai mengoleskan selai kacang pada salah satu sisi roti dan menangkupkannya.
Aku menyerobot satu tangkup dan cepat-cepat memasukkannya ke dalam mulutku. Tidak buruk, untuk ukuran orang yang selama dua hari ini menyusahkanku dengan memasak untuknya. "Enak, mau lagi," kataku, lalu aku mengambil lagi setangkup dari piring. Namun, sebelum itu terjadi, Baskara sudah memukul tanganku terlebih dahulu.
"Ini milikku. Untukmu cuma satu."
"Pelit sekali. Menyesal aku memasak untukmu kemarin," ucapku. Aku menganggap Baskara curang dalam hal ini, karena dia hanya membuat 3 tangkup dan 2 untuknya sendiri. Bagaimana bisa dia tidak memikirkanku padahal kami tidur seranjang.
"Sekarang jam 6, cepat mandi atau ingin telat masuk kantor?" perintah Baskara. "Soal tadi malam aku minta maaf. Aku mengakui aku sedang khilaf. Aku hanya terbawa cemburu."
Apa katanya cemburu? Batinku yang kuikuti dengan tertawa lirih.
"Meskipun aku sudah minta maaf, tetapi aku tetap tidak mengizinkanmu pergi berdua lagi dengan Ical," kata Baskara lagi.
"Tidak ada apa-apa di antara kami. Mengapa harus cemburu?" tanyaku. Sejujurnya dibandingkan aku harus mengalami ini dengan Baskara, mengapa tidak dengan Bang Ical. Dalam pandanganku selama ini Bang Ical memang lebih baik dan mempesona dari bajingan di depanku ini.
"Ya karena dia pasti mentraktirmu makan enak semalam. Sementara, aku hanya mentraktirmu Ayam Geprek Bu Pardi saat kita pertama kali makan malam bersama," ungkap Baskara. Aku tidak menyangka dia masih mengingat kejadian itu, ketika kami untuk pertama kalinya makan bersama di warung Ayam Geprek Bu Pardi. Celetuk Baskara itu, membawaku pada kenangan 4 tahun yang lalu.
"Kamu suka makan ayam geprek di sini?" tanyaku, ketika kami baru sampai dan memilih duduk di bangku yang paling dekat dengan pintu keluar, duduk berhadap-hadapan.
"Tidak juga sih, relatif," jawab Baskara. "Abis ayam geprek di sini lumayan enak dan es tehnya juga jumbo. Sebagai mahasiswa apalagi yang dicari selain murah meriah kenyang. Apalagi anak perantauan seperti aku."
Aku meresponnya dengan senyuman. "Kamu sendiri sering makan di sini?" Baskara balik bertanya.
"Nggak kok. Cuma teman-teman sering mengajakku untuk makan siang di sini," jawabku. "Kalau boleh tahu, kamu aslinya orang mana?"
"Tangerang saja, nggak jauh-jauh banget."
"Oh..." gumamku.
"Kamu asli kota ini?" tanya Baskara dan aku mengangguk.
"Nasi ayam geprek dua, es teh dua," ucap mas pelayan warung mengantarkan pesanan kami. Tanpa banyak omong kami, segera menyantap makanan yang telah terhidang di depan kami.
"Kenapa kamu suka menulis Bas?" tanyaku pada Baskara usai makanan kami habis.
Baskara tidak segera menjawabku dan malah meneguk sisa es tehnya, kemudian terlihat memikirkan jawabannya. "Apa aku harus menjawabnya?" tanyanya.
"Ya aku kan Cuma kepo," sahutku kecewa.
"Kalau kamu sendiri. Mengapa kamu suka menulis?" Baskara malah balik bertanya.
"Ya, suka saja. Menulis membuatku bahagia," jawabku asal.
"Kalau begitu alasanku menulis ya karena aku suka. Aku juga sangat menikmati selama menulis," jawab Baskara. "Selain itu, tuntutan pekerjaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prisoner Of Your Heart
RomantizmDi suatu pagi, Abhiya terbangun dengan menemukan sesosok lelaki yang tertidur pulas di sampingnya. Sebuah pengalaman malam pertama yang benar-benar tidak diinginkannya. Membuat seseorang yang biasa saja dari masa lalunya hadir untuk menawan hati Abh...