Bagian 9

381 14 0
                                    

Hai pembaca, karena di bab 9 ini cerita sudah beranjak ke masa lalu antara Baskara dan Abhiya. Author kasih lagu nih, dari SG Wannabe berjudul writing our stories yang jadi ostnya Chicago Typewriter. Maaf ya Korea-koreaan gitu. mianhaeee... 

kenapa lagu ini. karena lagu ini menurutku cocok untuk cerita mereka dan yang sering aku dengarkan ketika menulis cerita ini. silakan menikmati 

###

4 tahun yang lalu.

"Kalian udah pada dateng?" sapa Baskara dari kejauhan. Dia baru muncul dari pintu masuk perpustakaan dan segera menghampiri meja paling pojok di ruang itu. Aku duduk di pinggir menghadap kaca besar yang membuatku dapat melihat parkiran dan lalu lalang orang-orang di pelataran. Saat ini kami berada di lantai 5 perpustakaan kampus. Tempat semua koleksi buku sastra dan sejarah berada. Bagi Baskara, deretan bangku yang kami tempati adalah pojok terbaik untuk membaca sembari merenungkan maknanya.

Baskara mengambil tempat duduk tepat di sebelahku. Di seberang kami Sarah dan Fajar tampak tersenyum penuh misteri ketika Baskara sampai. Aku hanya menahan rasa penasaranku, karena aku tengah sibuk dengan analisis data laboratorium yang baru mulai kukerjakan minggu ini.

"Oh ya, Mas Bas kita masih nunggu satu orang lagi," ujar Sarah.

"Hem ada lagi ya, siapa?"

"Vina," jawab Fajar. Ah Vina teman sejurusan Sarah dan Fajar, batinku mengingat nama orang yang mereka maksud dengan Vina. Aku tau Vina, karena dia juga mengikuti kegiatan UKM Cakrawala bersama kami tempo hari di Selasar Raharja.

"Kalau begitu, kita tunggu Vina datang dulu," ujar Baskara, kemudian dia membuka ponselnya dan mengecek sesuatu. Mungkin pesan penting atau media sosial. Sedangkan Fajar dan Sarah menggosipkan dosen mata kuliah mereka.

"Abhiya, sibuk banget. Kamu mengerjakan apa sih Bhiy?" tanya Baskara memecahkan suasana kami yang sibuk dengan dunia kami masing-masing. Dia pun mengambil satu lembar kertas print out yang penuh dengan coretan-coretanku.

"Kromium, timbal, kadmium." Baskara membaca satu-satu logam berat yang terdaftar di tabel. "Oh ini tugas skripsi Abhiya," ujarnya, lalu mengembalikan lembaran kertas itu.

"Rajin banget Abhiy. Skripsinya sampai dibawa kemari," ucap Baskara yang terdengar seperti menyindir. Aku tau dia bahkan belum mulai sama sekali dengan tugas akhirnya.

"Wah... Mbak Abhiy memang keren," puji Fajar dan Sarah kagum.

"Nggak juga kok, Cuma ingin cepat-cepat selesai saja. Sudah muak banget aku sama skripsiku," jawabku. Jujur tugas skripsi memang tidak mudah. Karena mereka jadi membahas skripsi, aku segera merapikan lembaran-lembaran kertas itu dan memasukkannya ke dalam goddie bag yang kubawa.

"Bas, katanya kamu wartawan ya?" tanyaku pada Baskara agar mereka tidak membahas lagi soal skripsiku.

"Siapa yang bilang?" Baskara malah balik bertanya.

"Tuh mereka berdua," jawabku seraya menunjuk pada Fajar dan Sarah.

"Nggak kok, Cuma belajar saja," sahutnya merendah.

"Beneran kok mbak. Wartawan lepas," ucap Sarah.

"Waw... keren banget," gumamku. Aku menoleh padanya dan menggeleng-gelengkan kepalaku tanda kagum. Hebat Baskara sudah benar-benar terjun di dunia kerja, padahal aku masih disibukkan dengan skripsiku.

"Biasa saja kali Bhiy..." katanya gugup ketika dia menyadari aku mengamatinya dengan lekat.

"Tuh si Vina udah dateng," katanya lagi berusaha mengalihkan perhatianku. Tampak Vina memegang erat tas ranselnya dan berlari kecil ke arah kami. "Darimana saja Vin?"

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang