Bagian 27

146 9 0
                                    


Kupikir-pikir ini bukan pertama kalinya aku dan Baskara berpisah. Ya, tentu saja, ini adalah kedua kalinya kami benar-benar berpisah. Itu terjadi pada akhir tahun 2017, saat ijazah sarjana telah kupegang dan aku menjadi bagian dari jutaan pencari kerja di negeri ini.

Siang itu, bus kota membawaku ke jalan depan gang Markas Diksi. Seorang pengendara motor telah menungguku dengan helm cadangannya. Dia membuka kaca helmnya dan melambaikan tangan padaku.

"Kamu sudah menunggu lama?" tanyaku pada Baskara yang langsung memberikan sebuah helm padaku.

"Nggak kok, Cuma lima menitan," ucapnya. "Ayo buruan, yang lain sudah menunggu kita."

Akupun segera membonceng motor itu dan kami meluncur menuju Markas Diksi.

Rupanya hari-hari setelah wisuda berubah menjadi tidak semudah yang aku bayangkan. Hari-hariku hanya dipenuhi dengan menulis surat lamaran kerja, mengirimkan email, dan surat lamaran, mendatangi interview, dan ditolak. Kemudian aku akan melamar kembali di tempat lainnya. Sungguh berat menjadi seorang jobseeker, terlebih untuk seorang fresh graduate seperti aku.

"Bagaimana? Sukses?" tanya Jodi setibanya aku sampai di Markas Diksi.

Mendengarnya aku memasang wajah suramku dan menggeleng. "Masih gagal."

"Yah..." sahut Jodi dibarengi dengan gumaman yang lain. Di pojok biasanya aku menghabiskan waktu di Markas Diksi, telah datang Fajar dan Sarah. Dari belakang Vina memanggilku.

"Mbak Abhiy, pesen makan dulu deh. Mau nasi goreng apa mie goreng? Pasti laper kan? Makan dulu biar semangat," kata Vina. Lalu aku menyebutkan satu porsi mie goreng dan es jeruk agar dia memesankan untukku.

"Sudah tidak apa-apa, jangan mudah menyerah," ucap Baskara menyemangatiku, kemudian dia duduk di sebelahku.

"Tapi Bas, rasanya ingin menyerah. Ini sudah lamaran yang ke-tiga puluh dan interview yang ke-lima di bulan ini," keluhku. Ah... itulah hal yang aku rasakan selama tiga bulan terakhir ini. Lelah dan khawatir dengan pekerjaan. Belum lagi merasa iri jika melihat teman-teman yang lulus bersamaan denganku mulai mendapatkan pekerjaan mereka.

"Tidak apa-apa Abhiy, kesempatan masih banyak. Perusahaan bukan hanya satu, dua, tiga. Pasti akan ada yang menerimamu di luar sana. Percaya deh," kata Baskara. Selama berboncengan tadi, aku bercerita banyak padanya soal wawancaraku hari ini.

"Nah, benar tuh mbak apa kata Mas Bas, pasti akan ada yang mau menerima mbak. Mungkin di kesempatan selanjutnya," ucap Vina yang baru datang dengan membawakan pesananku. Karena terlalu sering nongkrong di Markas Diksi, Vina ditawari bekerja paruh waktu oleh pemiliknya, Mas Bams.

"Vin, kamu kan belum lulus. Sok tahu saja," tegur Sarah.

"Eh aku kan sudah bekerja, jadi tahu dong," sahut Vina tidak terima.

"Iya, jadi asistennya Mas Bams," celetuk Jodi, yang membuat Vina jadi kesal sendiri dan memilih untuk pergi ke dapur.

"Tahu tuh Vina, semenjak kerja di sini dia jadi malas-malasan buat mengurus magang, padahal teman-teman yang lain sudah banyak yang selesai magang," kata Fajar yang sedari tadi diam saja. Dia memang sedang berfokus menyelesaikan proposal magangnya, karena dia akan mulai berangkat magang kerja satu bulan lagi.

"Kamu tidak mengajak Vina, Jar?" tanya Baskara.

"Aku sudah menawarkan, tapi memang Vinanya yang tidak berkenan mas," terang Fajar.

"Nah Vina, pasti dipengaruhin sama si ini nih," ucap Baskara lalu menunjuk pada Jodi.

"Loh kok gue? Lha lo sendiri, juga skripsi belum dikerjain," protes Jodi ganti menyudutkan Baskara.

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang