Bagian 6

527 26 0
                                    


Rapat hari ini terlewati begitu saja dengan memikirkan segala hal tentang diriku dan kejadian semalam. Semenjak aku mengobrol dengan Bang Ical tadi siang, pikiranku tentang insiden semalam mulai terlupakan dan aku bisa fokus lagi dengan rapatku. Jam 9 malam rapat hari ini telah usai, lebih cepat dibandingkan perkiraanku.

"Mbak Puji, kita mau makan malam di luar sama jalan-jalan malam. Ikut yuk?" tawar Miss Kinan pada Mbak Puji. Pasti ini rencana Miss Kinan dan Ihsan, mereka memang tipe orang yang menyenangi keramaian.

"Pak Satya bagaimana pak?" tanya Mbak Puji.

"Hehehe... saya absen dulu ya. Mau ikut makan malam khusus dengan Pak Direktur," jawab Pak Satya. Selaku ketua tim, dia memang dituntut banyak bergaul dengan para petinggi.

"Oke deh..." sahut Ihsan. "Kak Bhiya, lo gabung kan?"

"Maaf ya, hari ini aku capek banget. Aku makan di hotel saja habis itu langsung istirahat di kamar," kataku menolak, meskipun suasana hatiku mulai membaik tapi aku memang belum ada keinginan untuk berada di keramaian. Jelasnya hari ini, aku memang benar-benar ingin sendiri.

"Iya, sepertinya kamu sangat lelah hari ini," ucap Mbak Puji dan mereka membiarkanku pergi lebih dahulu meninggalkan kamar.

Pipip... Cekrek...

Bunyi pintu kamar di buka saat aku tengah asyik menonton drama untuk menghilangkan penat selepas rapat seharian. Tiba-tiba Baskara muncul dari arah pintu, melepaskan sepatunya dan menyimpannya dalam rak sepatu. Melepaskan jasnya dan meletakkannya bersama tas kerjanya di atas meja TV. Ketika melihatnya menghampiriku, dengan refleks aku memalingkan mukaku ke arah kiri dan menutupinya dengan bantal agar tidak perlu melihatnya lebih dekat. Selain aku menghindari menatap wajahnya, aku takut dia memaksaku untuk melakukan hal yang sama seperti semalam.

Perasaanku masih kalut tidak karuan. Aku benar-benar tidak ingin bertemu dengannya, tapi mengapa dia bisa masuk kembali ke kamar ini? Oh my God, aku lupa dia belum mengembalikan kartu akses kamar ini. "Kartu akses kamarku?" tanyaku sembari mengacungkan telapak tanganku padanya. Wajahku masih berpaling darinya.

Baskara duduk di ranjang tepat di sebelah kananku dan aku merasakan dia menyentuh telapak tanganku. Namun, dia tidak meletakkan kartu akses kamar malah menggenggam tanganku dengan sangat erat. Aku berusaha melepaskan sekuat tenaga, tetapi dia malah mengambil bantalku dengan tangannya yang lain, sehingga mau tidak mau muka pucat pasiku terlihat olehnya. Kakinya menyenggol memberikan kode untuk menoleh padanya. Namun, aku tidak memperdulikan kode itu. Dia pun memutar wajahku ke arahnya dengan kedua tangannya, lalu mengecup keningku. Aku tersentak dan seketika menamparnya.

PLAK...

Kurasa tamparan itu cukup keras, karena telapak tanganku memanas. Bukannya marah atau tersinggung, dia malah melingkarkan lengannya pada tubuhku sehingga kami berpelukan. Aku pun mendorong Baskara hingga dia terjengkang di atas lantai.

"Sayang, kamu masih marah?" celetuk Baskara.

Bangsat... sayang??? What the hell? Batinku menjerit mendengar perkataannya.

"Istriku. Maafkan aku," ucap Baskara lagi.

"AAA..." teriakku sangat keras. "Aku bukan sayangmu atau istrimu? Kamu kenapa kemari? Mana kartu akses kamarku yang kamu bawa?" cercaku dengan mendengus kesal.

Baskara merogoh saku kemejanya dan menyerahkan kartu akses itu padaku. Aku menerimanya, meletakkan di atas meja. Lalu kuambil jas serta tasnya dan kutarik lengannya menuju pintu kamar. Kulemparkan padanya tas dan jasnya, dia bisa menangkap dengan baik keduanya.

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang