Bagian 37

181 10 0
                                    

Dua hari telah berlalu semenjak kejadian itu dan dua hari juga aku absen dari tempat kerjaku. Saat mengetahui wajahku muncul di pagi hari, Mbak Puji menanyaiku habis-habisan mengapa aku sulit dihubungi karena ponsel dan dompetku terbawa oleh Bang Ical saat dia mengantarku yang pingsan tempo hari. Untung saja, Mbak Puji memaklumi alasanku dan memaafkanku, serta mengingatkanku untuk izin jika tidak masuk kerja.

Dua hari ini juga Baskara menginap di tempatku lagi dengan alasan menjagaku agar aku tidak berbuat nekat atau hal-hal yang menakutkan karena insiden malam itu. Jujur saja aku masih ketakutan jika mengingat wajah Bang Ical malam itu dan aku juga belum ingin bertemu dengannya. Bahkan saat dia datang ke tempatku untuk memberikan ponsel dan dompetku, Baskara yang menemuinya. Mereka berbincang cukup lama untuk ukuran dua orang yang saling berselisih. Namun, Baskara tidak mau menjelaskan sedikitpun apa yang mereka perbincangkan saat itu.

Dan hari ini, di akhir pekan yang biasa saja. Aku dan Baskara bersiap untuk pergi menemui seseorang di sebuah kafe yang letaknya cukup jauh dari tempatku. Sesampainya kami di sana, seorang perempuan berambut hitam panjang lurus sepinggang, telah menunggu kami. Dia duduk di bangku yang ditata di tengah-tengah ruangan kafe itu dan memesan segelas coffe latte. Perempuan itu memiliki senyum yang manis, wajah yang anggun dan menawan, perangainya lembut dan matanya terpancar cahaya keteguhan yang teduh. Dia menyapa kami dan kami berdua duduk di depannya.

"Abhiya, ini Kirana yang aku ceritakan itu. Dia cuti sebulan dari pekerjaannya di Singapura untuk menyiapkan pernikahannya. Dia sahabat terbaik yang aku punya sampai saat ini," ucap Baskara mengenalkan Kirana padaku. Aku dan Kirana bersalaman.

"Aku Kirana," kata Kirana memperkenalkan diri.

"Aku..." ucapan perkenalanku yang belum selesai sudah dipotong oleh Kirana.

"Abhiya kan?" kata Kirana yang membuat ekspresi wajahku menjadi bingung. Bagaimana dia bisa tahu. Pikirku.

"Baskara sering menceritakan padaku dulu, saat aku belum pergi ke Singapura. Saat itu Baskara sedang mendekatimu bukan... dia bahkan cerita padaku akan mengajakmu pergi ke sebuah pantai untuk merayakan kelulusanmu. Apakah itu terjadi?" ujar Kirana. Aku terkejut mendengar Kirana mengetahui semua masa laluku dengan Baskara.

"Ya itu terjadi," ucapku dan Baskara bersamaan, kemudian kami bertiga saling berpandangan dan tersenyum.

"Aku minta maaf Abhiya telah menyeretmu dalam masalah ini. Aku juga turut prihatin atas kegagalan pernikahan kalian," ucap Kirana lagi.

"Tidak apa-apa Kirana, hal ini sudah seharusnya terjadi, jadi tidak ada yang perlu disesali," kataku.

Aku dan Baskara mulai memesan menu di kafe itu dan kami bertiga membicarakan banyak hal. Tiba-tiba aku melihat seseorang masuk ke dalam kafe dan menghampiri kami.

"Bang Ical," sahutku terkejut. Sejujurnya aku belum siap bertemu dengan Bang Ical semenjak malam itu. Tapi mengapa dia datang kemari?

Ketika mendengar Bang Ical datang, Kirana menoleh dan mata mereka bertatapan.

"Bhiy, sepertinya kita harus pergi," ucap Baskara, lalu dia mengandeng tanganku mengisyaratkan kami berdua memang harus pergi. Aku melangkah keluar kafe mengikuti Baskara ketika Bang Ical menghampiri Kirana dan duduk di tempat kami tadi.

Dari luar aku dan Baskara melihat mereka bercakap-cakap sebentar. Mungkin seperti menanyakan kabar. Kemudian Kirana menyerahkan sebuah undangan pernikahan pada Bang Ical. Lalu mereka menangis dan berpelukan,

"Bhiy, ayo kita pergi ke tempat lain," ajak Baskara yang membangunkanku dari tatapanku pada adegan yang terjadi.

"Kemana?"

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang