Bagian 41

488 13 0
                                    


POV Baskara.

Aku melajukan mobilku dengan hati-hati di sela ramainya kendaraan yang memadati jalanan Jakarta. Petang barusaja pergi dan aku ingin segera sampai di tujuanku. Sebuah rumah sederhana pemberian papa yang kutempati dengan keluarga kecilku.

"Ah macet lagi..." ujarku kesal. Di depan sana lampu lalu lintas bergonta-ganti menyala. Tetapi belum juga dapat mengurai kemacetan dan membuatku beralih dari ruas jalan ini.

Tanganku sibuk memutar-mutar tombol radio di dashboard mobil, memilih saluran mana yang bagus didengarkan sembari menunggu macet. Tiba-tiba, tanganku terhenti pada sebuah saluran radio yang banyak membahas mengenai wanita. Aku mendengarkan suara itu, seolah sangat mengenalnya.

"Oh seperti itu, jadi bagaimana kelanjutan cerita kalian?" tanya presenter radio perempuan. Rupanya ini program bincang-bincang dengan penelpon yang ingin membagikan kisah mereka.

"Setelah itu kami menikah. Sejujurnya aku tidak merasakan jatuh cinta sedikitpun dengannya. Aku memang tidak berpengalaman banyak soal hubungan percintaan, tapi aku juga bisa membedakan mana yang benar-benar jatuh cinta mana yang tidak."

"Jadi, mengapa kalian menikah jika kamu tidak mencintainya?"

"Ayahku menerima ketika dia datang melamarku dan ibuku berkata bahwa cinta bisa tumbuh seiring kami menjalani rumah tangga. Ternyata kedua orang tuaku benar, dia bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab pada keluarganya. Sekarang, aku tidak bisa menolak apapun. Yang kubisa hanyalah berjuang sekuat tenaga untuk mencintai keluargaku setiap hari. Mencintai suamiku dan anak-anakku."

"Selamat. Anda sudah memutuskan hal terpenting dalam hidup Anda dan menjadi suatu keputusan yang terbaik dalam hidup Anda. Berjuang untuk mencintai keluarga setiap hari, mencintai suami dan anak-anak. Meskipun tidak ada rasa cinta sebelumnya ketika mulai berumah tangga, tapi saya yakin saat ini cinta Anda pada suami Anda, anak-anak Anda lebih dari sekedar cukup dan meluap-luap."

"Kisah ini sangat inspiratif dan menjadi kisah yang begitu romantis malam ini. Terimakasih kepada Mbak Laras di Jakarta Selatan yang sudah mau membagikan kisahnya kepada radio kami," ucap presenter acara itu. "Satu lagu kami persembahkan untuk pemirsa semua ..."

Dalam hatiku aku sibuk bergembira ria. Aku tersenyum penuh kemenangan karena telah memenangkan jalan yang kupilih sendiri. Aku tidak henti-hentinya menahan senyumku mengingat istriku mengakui dia mencintaiku di sebuah radio yang didengarkan oleh orang banyak. Bahkan dia mencintai anak-anakku juga. Keluarga kecilku.

Tidak perlu waktu lama, aku berhasil mengurai kemacetan itu. Mobil kulajukan dengan kecepatan yang kutingkatkan secara berkala. Aku benar-benar tidak sabar ingin segera sampai di rumah.

Mobil sedan yang kukendarai segera kuparkirkan di halaman. Dari ruang tamu, kedua anakku yang baru pintar berjalan dan berbicara berhamburan keluar.

"Ayah datang..."

"Ayah datang..." ucap si kembar bersamaan. Buah hati yang lahir usai setahun ibunya merampungkan studi di Malang. Aku mengangkat salah satu dari mereka dan menggendongnya.

"Bunda di mana?"

"Bunda di dalam," jawab salah satu kembar yang kupegang tangannya.

"Ayah, sudah dibilang kan buat cuci tangan cuci kaki dulu sebelum pegang kembar... Tadi pagi juga meletakkan baju kotor di sembarang tempat. Aku kan sudah bilang tempatnya dimana..."

"Baskara...."

"Ya Abhiy..."

Ya begitulah. Aku sudah tahu sedari awal bagaimana istriku akan mengomel jika dia telah menjadi ibu-ibu beranak dua.

TAMAT 

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang