Selain keberadaan Baskara yang menghancurkanku, kepergiannya juga cukup membuatku terpuruk. Jika saja seorang Mbak Puji hanya ijin tidak masuk bekerja untuk satu hari, maka aku menghabiskan waktu berhari-hari untuk berdiam diri di kamar, tidak melakukan apapun, dan malah menjadi demam. Sebetulnya, aku tidak ingin seperti ini. Aku ingin tetap kuat, tetapi tubuhku menolak. Imunku menjatuhkanku.
Di hari ketiga aku terbaring di kamar, Mbak Puji menghubungiku dan mengatakan bahwa dia telah sampai di depan pintu kamarku. Rupanya dia mengkhawatirkanku. Betapa terkejutnya aku, ketika aku membuka pintu Mbak Puji, Ihsan, dan seorang lagi datang menjengukku, Bang Ical. Seketika kupandangi wajah Bang Ical, rupanya lebam di dekat bibirnya sudah agak memudar.
"Kamu pucat sekali, sayang" ujar Mbak Puji saat melihatku untuk pertama kali.
Aku tersenyum dan mengangguk, masih malas untuk bercakap-cakap dengan orang lain. Cukup lama mereka berkunjung di tempatku. Sebelum pulang Mbak Puji tidak lupa memberikanku bawaannya, berbagai makanan dan vitamin.
"Hati-hati di jalan kalian semua, Mbak Puji, Ihsan, dan Bang Ical. Terima kasih kalian sudah meluangkan waktu untuk menjengukku," ucapku sembari melambaikan tangan pada mereka.
Tidak kusangka satu jam kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarku.
"Bang Ical, bukannya sudah pulang?" tanyaku dengan ekspresi terkejut. Aku sungguh tidak menyangka dia akan kembali lagi.
"Tadi Mbak Puji dan Ihsan memang bareng aku. Sehabis aku antar mereka ke stasiun KRL aku kembali lagi ke sini," kata Bang Ical menjelaskan. "Aku juga membawa makanan hangat untukmu."
Bang Icalpun menunjukkan tas tenteng yang dibawanya.
"Jadi aku boleh masuk nggak?"
Aku terpaku sejenak dengan pertanyaan Bang Ical dan akhirnya menyadari sesuatu. "Ayo Bang, silahkan masuk," ucapku. Bang Icalpun beralih ke dalam kamar. Namun, ketika aku mempersilahkannya untuk duduk kembali di depan TV, dia malah bertanya letak alat makanku dan memberikanku semangkuk sup yang dibawanya.
"Nih, kamu makan dulu biar nggak keburu dingin," kata Bang Ical.
"Terima kasih banyak Bang."
"Kamu harus banyak makan biar segera sembuh," kata Bang Ical, tidak lupa dia menuangkan minuman hangat dari termos untuk kuminum usai makan. Sampai disini, perlakuan Bang Ical mengingatkanku pada Baskara.
"Terima kasih banyak Bang."
"Tidak perlu berterima kasih Abhiya, kamu ya orangnya tidak enakan. Abis ini kamu harus sembuh, kalau aku cerita ke mama kamu sakit pasti mama bakalan khawatir."
"Bang Ical cerita ke Tante Arimbi kalau aku sakit?"
"Belum," jawab Bang Ical. "Aku saja baru tahu kalau kamu sakit, tadi siang. Mbak Puji menghubungiku."
"Bang Ical nggak perlu cerita," ucapku. "Bang Ical sekali lagi aku minta maaf."
"Untuk apa?"
"Atas kejadian hari minggu sore itu," jawabku. Akhirnya aku bisa meminta maaf secara langsung dengan Bang Ical dan ini membuatku terasa lebih lega.
"Aku sudah memaafkannya, ini bukan kesalahanmu Bhiy. Kamu tidak perlu merasa bersalah."
"Tante Arimbi tidak curiga, Bang Ical pulang dengan wajah lebam?"
"Mamaku tidak tahu, usai dari rumah sakit aku memutuskan untuk menginap di hotel sampai bekasnya membaik," ujar Bang Ical.
"Syukurlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prisoner Of Your Heart
RomanceDi suatu pagi, Abhiya terbangun dengan menemukan sesosok lelaki yang tertidur pulas di sampingnya. Sebuah pengalaman malam pertama yang benar-benar tidak diinginkannya. Membuat seseorang yang biasa saja dari masa lalunya hadir untuk menawan hati Abh...