Bagian 23

225 11 0
                                        

Hari-hari berlalu seperti biasanya. Satu minggu setelah dilarikan ke rumah sakit, kondisi mama Baskara membaik dan Beliau diperbolehkan untuk pulang. Selama itu, Baskara jarang sekali menghabiskan waktu denganku. Dia sibuk merawat orang tuanya.

"Maaf ya, aku tidak sempat menengokmu beberapa hari," kata Baskara sepulang bekerja.

"Tidak apa-apa. Bagaimana kabar mama?"

"Sudah sangat-sangat membaik, hanya kata dokter butuh beberapa kali untuk kontrol ke rumah sakit lagi."

"Syukurlah, aku senang mendengarnya," ucapku, dan dia memelukku dari samping. Melingkarkan tangannya pada pinggangku dan aku menyandarkan kepalaku pada pundaknya.

"Kamu khawatir dengan kondisi mama?" tanya Baskara.

"Kurasa seperti itu, kamu bilang mama punya penyakit jantung saja aku sudah khawatir," ucapku. "Tapi aku sekarang sudah lega."

"Justru aku yang tidak lega," ucap Baskara.

"Kenapa?"

"Karena ketika pulang ke rumah, mama harus melihat papa lagi. Lalu mereka akan bertengkar lagi dan papa akan memukul mama, mama pingsan dan dibawa ke rumah sakit lagi," ujar Baskara. "Mama sih terlalu ngeyel untuk bertahan di rumah itu, padahal di luar sana papa sudah punya istri lagi."

"Kasihan mama," gumamku. Aku memang tidak merasakan sendiri hal seperti itu, tapi pasti sangat menyakitkan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Mendengarnya saja aku ingin marah dan menangis, sayangnya aku tidak bisa berbuat lebih.

"Lha kamu kenapa di sini? Seharusnya kamu pulang dan menjaga mama," ucapku.

"Tugas menjaga mama sudah aku serahkan pada Kumbara. Tenang saja Bhiy, setidaknya Kak Bara lebih baik dari pada aku dalam menghadapi permasalahan ini. Jika aku di rumah, hanya ada pertengkaran antara aku dengan papa setiap harinya, itulah mengapa mamaku meminta aku untuk pergi dari rumah. Kamu bisa mengerti kan?" tanya Baskara dan aku mengangguk.

"Aku jadi penasaran, di mana kamu selama ini tinggal?"

"Sejak keluar dari rumah?"

"Iya."

"Aku keluar dari rumah itu sejak mulai berkuliah, aku indekos saat kuliah sampai dua tahun yang lalu. Kemudian aku mendapat pekerjaan di Jakarta dan aku tinggal di kontrakan Jodi."

"Jodi Suprapto," gumamku. Pria yang lucu dengan perpaduan nama jawa yang medok.

"Ayo kita pergi ke tempat Jodi! Sudah lama aku tidak berkunjung ke sana," ajak Baskara dan aku menyetujuinya. Tidak membutuhkan waktu lama, kami segera berangkat menuju kontrakan Jodi. Kontrakan itu terletak di sebuah gang di Tebet. Sebuah rumah sederhana satu lantai yang di halamannya terparkir motor-motor tidak beraturan. Saat kami sampai, keramaian nampak dari ruang tamu rumah itu. Lampu-lampu berpendar dari seantero rumah menerangi gelak tawa para pria yang sedang bercengkrama di sana. Baskara segera memarkirkan mobilnya di tepi jalan depan rumah dan mengajakku untuk masuk.

"Wah rame banget, formasi lengkap nih," ucap Baskara ketika dia menengok ke arah dalam. Di ruang tamu tampak 4 orang laki-laki duduk bersila di lantai, tengah sibuk bermain kartu dan merokok. Dari keempat orang itu salah satunya adalah Jodi dan satu lagi wajahnya cukup nampak familiar bagiku, sayangnya aku tidak bisa mengingat kami pernah bertemu dimana. Sementara di sudut lain, dua orang perempuan, yang kutahu salah satunya adalah pacar Jodi dan mereka sibuk bercakap-cakap sendiri.

"Ada Baskara," kata salah satu di antara mereka. "Welcome maestro..." Laki-laki itu berdiri dan menyalami Baskara. Merekapun berpelukan.

"Cewek siapa di belakang? Lumayan juga?" tanyanya, usai mereka berpelukan. Baskara memasang wajah galak padanya. Dari dalam Jodi beranjak ke luar untuk melihatku.

Prisoner Of Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang