12. Penting

575 147 6
                                    

Happy Reading!
Jangan lupa ramein komennya ya! Tulis apapun pendapat kalian tentang cerita ini di komen, mau kritik, saran, semuanya bebas biar aku semangat juga lanjutin nulisnya. Okey?❤

-
-

Titik Ubah12

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Titik Ubah
12. Penting

Setelah menghabiskan makanannya Balqis memilih untuk tinggal sedikit lebih lama di kantin yang sudah mulai sepi. Teman yang tadi makan bersamanya pun sudah berpamitan pulang sebab sudah ditunggu oleh jemputannya.

Balqis juga melihat Kayana sudah beranjak dari mejanya sekitar sepuluh menit yang lalu. Berbicara soal Kayana, Balqis lebih senang memanggilnya dengan nama tengahnya itu. Kini tinggal ia sendiri, ditemani dengan segelas teh hangat yang hanya tinggal seperempat dan lalu lalang satu atau dua mahasiswa yang tidak ia kenal. Gadis itu menyumbat telinganya dengan earphone berwarna merah muda dan sesaat kemudian lagu ballad kesukaannya mengalun membuat kepalanya ikut bergerak mengikuti irama. Matanya terpejam karena terhanyut dengan lagu yang ia dengarkan.

Balqis akan menghabiskan satu lagu sebelum ia memutuskan untuk kembali membuka file bab skripsinya untuk kembali dipelajari. Tidak terasa empat menit dua puluh tujuh detik durasi lagu yang ia dengarkan sudah selesai, dan sekarang sudah berganti ke lagu yang lain. Sesuai niatnya Balqis akan mulai mempelajari lagi skripsinya.

Namun, saat ia membuka mata yang ia dapati adalah wajah tersenyum milik Kayana yang tengah duduk di hadapannya. Dan mata itu jelas menatap ke arahnya.

"Astagfirullah hal adzim!" ucap Balqis dengan mata yang kembali terpejam lebih rapat dari sebelumnya.

Gadis itu berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia hanya berhalusinasi karena ia melihat dengan jelas Kayana meninggalkan kantin bersama teman-temannya tadi. Dan tidak mungkin berada di sini bersamanya.

"Gue bukan hantu," suara khas laki-laki itu membuat Balqis perlahan membuka mata dan melihat dengan nyata bahwa yang duduk di depannya memang benar Kayana. Ia tidak sedang menghayal atau bermimpi.

"Nggak perlu kaget gitu harusnya," lanjut Kayana sembari terkekeh karena melihat wajah Balqis yang menurutnya begitu lucu.

"Saya nggak akan kaget kalau kamu datang sambil ucap salam," jawab Balqis tanpa menatap lawan bicaranya.

Benar, kan? Belum apa-apa Kayana sudah diceramahi oleh perempuan itu. Tapi tidak apa, karena Kayana suka.

"Marah?"

"Nggak," jawab Balqis singkat padat dan jelas.

"Itu ngomongnya pake saya, berarti marah," ujar Kayana seolah-olah ia paham betul dengan cara bicara gadis yang kini sudah memiliki tempat di hatinya.

TITIK UBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang