18. Pohon Mahoni

539 125 9
                                    

HAPPY READING!❤

-
-

Titik Ubah18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Titik Ubah
18. Pohon Mahoni

Seharusnya, hari ini bukan jadwal Kayana mengunjungi makam sang papa. Biasanya, laki-laki itu akan berkunjung setiap tanggal 2 bersama mamanya. Sekedar melepas rindu meski tak berujung temu.

Tanggal 2 tepatnya bulan Mei tiga belas tahun yang lalu adalah hari kematian Sergio, papa Kayana. Sekaligus juga adalah hari ulang tahun sang papa. Sore itu Kayana sengaja mengajak papanya bermain bola di lapangan dekat rumah. Karena sebelumnya Kayana sudah didikte oleh Rifdah-mamanya untuk membuat kejutan ulangtahun untuk suaminya itu.

Waktu itu, Kayana kecil terlalu antusias mendengar kata kejutan dari mamanya. Hingga ia tidak tahu bahwa saat itu Sergio baru saja pulang dari kantornya. Tetapi Kayana begitu ngotot minta ditemani bermain bola.

Sampai hari ini, Kayana masih suka berandai-andai, andai dulu dirinya tidak memaksa papa menemaninya ke lapangan, mungkin sekarang Kayana masih bisa mengobrol bersama Sergio di teras rumah. Bukan malah berbicara sendiri di samping nisan bertuliskan nama papanya seperti sekarang.

"Kaget nggak, pah, Key datang hari ini?" monolognya sembari mencabuti rerumputan yang tumbuh di sekitaran makam papanya.

"Maaf ya, pah, Key datang nggak sama mama. Key takut kalau mama ikut akan buat mama sedih. Soalnya ada yang mau Key ceritakan, pah," ucap Kayana, "Lagipula hari ini, kan, memang bukan jadwal Key sama mama berkunjung ke sini," lanjutnya sambil terkekeh pelan.

Kayana menarik napasnya dalam-dalam sebelum mulai bicara lagi.

"Sebentar lagi Key lulus, Pah. Dua hari lagi Key sidang. Nanti papa lihat Key dari atas sana ya?" ujarnya kepada sang papa, "Andai ya, pah, nggak ada orang jahat. Mungkin momen waktu Key lulus dan wisuda bisa kita rasain sama-sama. Andai nanti waktu Key wisuda, papa sama mama duduk ngeliatin Key pakai toga. Tapi nggak apa-apa, diwakilkan sama mama aja, papa cukup lihat dari atas sana. Lihat kalau anak papa ini udah berhasil jadi sarjana," lanjutnya.

Angin di sekitarnya mulai berhembus. Sejuk. Hingga Kayana sempatkan untuk menutup matanya sejenak. Merasakan sapuan angin yang lebih seperti elusan di rambutnya.

"Pah, andai hari itu Key nggak maksa papa untuk temani Key ke lapangan. Andai hari itu Key nurut untuk main di halaman rumah aja. Andai waktu itu mama lebih cepat siapin kue ulang tahun untuk papa. Mungkin sekarang Key nggak duduk di sini sendirian, pah. Mungkin cerita Key ini akan Key sampaikan langsung ke papa sambil kita duduk berdua di teras rumah." Rasanya mulai sesak, sehingga Kayana berkali-kali menggenggam tangannya sendiri, berusaha meredam rasa sakit yang tiba-tiba menjalar dalam hatinya, "Tapi sayangnya semua itu hanya akan menjadi andai-andai untuk selamanya. Karena sekarang kenyataannya papa udah nggak di sini."

TITIK UBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang