9. Kayana's Life

565 118 2
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

-
-

Titik Ubah
9. Kayana's Life

Mobil yang digunakan supir untuk menjemput sang majikan berhenti sempurna di garasi rumah yang mewah. Kayana yang kelelahan bahkan tidak terbangun dari tidurnya saat mobil sudah benar-benar berhenti. Membuat Pak Bismo—supir keluarganya yang sejak Kayana kecil beliau sudah bekerja bersamanya mau tidak mau membangunkan laki-laki itu.

"Mas... Mas Kayana bangun, Mas. Udah sampe rumah," ujar pak Bismo sembari menepuk pelan dengkul Kayana yang akrab disapanya dengan sebutan Mas Kayana.

Entah karena suara pak Bismo terlalu kencang atau memang karena posisi tidur yang kurang nyaman, Kayana bangun begitu saja. Matanya mengerjap berusaha menetralkan cahaya yang masuk.

"Hah? Oh... Iya, Pak. Maaf, saya ketiduran," jawab Kayana membuat pak Bismo terkekeh.

"Lagian Mas Kayana kenapa nggak langsung telepon Bapak? Biar dijemputnya di kampus. Ini malah ngide jalan dulu ke supermarket, kecapean kan jadinya." Kayana jelas tertawa mendengar penuturan pak Bismo.

Jika dipikir, benar juga. Ia bisa saja menelepon pak Bismo tadi dan meminta jemput di kampus, bahkan di depan gedung fakultas sekalipun. Tapi bagaimana lagi, sudah terlanjur. Anggap saja tadi ia sedang olahraga ringan.

"Sesekali saya olahraga, Pak," jawabnya singkat, "Yaudah, saya masuk dulu kalo gitu," lanjutnya.

"Iya, Mas. Kalau perlu apa-apa Bapak rebahan di pos, tinggal panggil aja."

"Kalo rebahan jangan di pos, Pak. Di dalam aja, kamar depan kosong." Seperti yang sering ia lihat dari sang mama, Kayana juga tidak memperlakukan orang-orang yang bekerja bersamanya seperti pembantu. Melainkan ia anggap mereka seperti keluarga sendiri.

"Nggak usah, Mas. Di pos aja," tolak pak Bismo halus.

"Yaudah, deh... Mau dibikinin kopi nggak?"

"Emangnya Mas Kayana mau buatin saya?"

"Nggak, sih. Kalau mau, saya bilangin ke Bi Asih," kekeh nya membuat Pak Bismo tertawa sampai kerutan di ujung matanya terlihat.

"Mas Kayana bisa aja. Tapi boleh, deh Mas," jawabnya.

Kayana keluar dari mobilnya setelah mendengar jawaban pak Bismo yang menurutnya sangat menghibur. Penat akibat jalan kaki tadi sedikit berkurang karenanya.

Baru selangkah, Kayana baru menyadari halaman rumahnya lebih penuh dari biasanya. Ada mobil yang kayana yakin itu adalah mobil yang dipakai Bintang menjemputnya tadi pagi dan sebuah motor sport yang dipakai Wangga dan Arman saat kedua laki-laki itu melambai padanya dan berpamitan ingin pulang duluan.

TITIK UBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang