3

42 6 0
                                    


Vanya kaget dan refleks menengok kearah sumber suara tersebut. Yang lebih dikagetkannya lagi, disana sudah berdiri lelaki dengan perawakan sedang menggunakan hoodie hitam dengan tudung menutupi kepala sedang berdiri dibelakangnya.

"Hai?" sapa Madeva dengan senyuman khasnya.

"Wait, lu beneran makhluk ghaib ya?"

"Hah? Makhluk ghaib?" Madeva heran dengan pertanyaan dari Vanya tadi.

"Ya abisnya lu ada dimana-mana"

Madeva terkekeh pelan. "Yaudah nanti gua jelasin dimotor. Itu pun kalo mau gua anterin si," Madeva pun menaikan satu alisnya dan tersenyum tipis.

"Ga usah, makasih. Mending lu hotspot-in gua," jawab Vanya.

"Aduh gua ga bawa hp, gimana dong?"

Vanya memutar bola matanya. "Yaudah boleh," nada malas keluar dari mulutnya.

"Boleh apa? Boleh jadi pacar lu?"

Vanya sontak membulatkan matanya. "Ogah. Boleh anterin pulang maksudnya"

"Oke, tunggu disitu, gua ambil motor, 5 menit," Madeva langsung lari ke parkiran lantai atas, tempat parkir khusus penghuni apart tersebut memarkirkan kendaraan mereka.

Vanya menunggu di lobby dengan malas.

5 menit kemudian terdengar suara motor ZX-25R yang sengaja menggeber gasnya didepan lobby. Vanya melihat kearah sana. Terlihat Madeva dengan helm full face berwarna hitam yang senada dengan motor dan hoodienya. Madeva membawa satu helm full face lagi dilengan kirinya. Melihat itu Vanya langsung berjalan menghampiri.

Ting~

Bunyi sebuah pesan masuk. Tapi jelas itu bukan dari hp Vanya karena Vanya telah mematikan hp nya tadi saat menunggu Madeva, bukan juga hp orang lain, hanya ada mereka berdua disana. Vanya menatap tajam Madeva.

"Kalo gua ga boong, gua ga bakal bisa dapet kesempatan ini," jawab Madeva pelan namun masih bisa terdengar oleh Vanya.

"Modus!" untung saja ini bukan matras tanding, jadi Madeva masih selamat dari tendangan Vanya.

"Udah ga usah marah. Bisa ga naiknya?"

"Bisa lah," Vanya berancang-ancang menaiki motor itu.

"Kalo ga bisa pegang pundak gua"

"Ogah," Vanya menaiki motor itu tanpa bantuan pundak Madeva.

Madeva tersenyum kecil dan memberikan helm dilengan kirinya kepada Vanya. Vanya memakai helmnya dan Madeva melajukan motornya.

"Emang lu tau rumah gua dimana?" tanya Vanya memecah hening perjalanan, dia sangat tidak suka suasana canggung.

"Ga, makanya gua mau anterin lu pulang. Supaya gua bisa main kalo kangen," jawab Madeva santai.

"Emang gua bakal bukain pintunya?"

"Gua bisa curi hati nyokap lu, biar dia yang bukain pintu," Madeva menjawab pertanyaan Vanya dengan senyuman, walau Vanya tak bisa melihat senyuman tersebut.

"Dasar pelakor"

"Lah siapa yang pelakor? Orang gua demen sama anaknya, bukan nyokapnya," Madeva menjawab pertanyaan tersebut didalam hatinya. "Ini arah rumah lu kemana?" tanya Madeva menghilangkan salting nya.

Sepanjang perjalanan hanya diisi dengan Vanya yang mengarahkan arah jalan pulang pada Madeva.

Mereka tiba didepan gerbang rumah Vanya.

"Thanks," Vanya turun dari motor dan melepas helm tersebut, lalu memberikannya kepada Madeva.

"Urwel, salam buat nyokap. Gua balik ya," Madeva pun meninggalkan rumah Vanya.


SORRY YA BELUM MASUK KE PART BAPER NYA. SEBENTAR LAGI BAKALAN MULAI BAPER KOK. INTINYA TETEP IKUTIN TERUS.

JANGAN LUPA VOTE! MAKASIH 🤍🤍🤍

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang