32

23 7 0
                                    

Malam semakin gelap, hujan tadi sore membuat suhu menurun lebih jauh. Vanya mengeratkan jaket nya. Dia sedang duduk di teras bawah bersenderkan tiang bersama Dita. Mereka menyaksikan anaka laki-laki yang sedang sibuk menyiapkan lilin, kayu, dan lain-lain untuk keperluan jurit malam nanti. Mereka tertawa ketika api mati disenggol salah satu dari mereka.

Vanya melihat Andika datang membawa dua tusuk sate sosis. "Dik, mau dong." Andika menoleh.

"Ambil sendiri." Andika pergi begitu saja.

"Ih jahat." Bayu melewati Vanya dia ingin masuk ke dalam Villa. "Mau sosis Van?"

Vanya mengangguk. "Nitip Bay." Bayu mengangguk. Dia berjalan menuju teras belakang.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Bayu datang membawa 3 tusuk sate sosis bakar. Baru saja Bayu ingin menyerahkan ketiga tusuk sate sosis itu, ada lagi tangan yang menjulurkan 5 tusuk sate. "Makan punya aku aja." Kepala Vanya mengadah. Itu Madeva yang memberikan 5 tusuk sate.

"Gua ambil punya Bayu aja. Makasih Bay," Vanya mengambil sosis-sosis di tangan Bayu, namun Madeva menepisnya.

"Lu makan sendiri aja sana." Madeva mengusir Bayu, Bayu pergi dengan wajah jengkel. Madeva memaksa Vanya memegang kelima sosis itu. "Makan. Kalo butuh apa-apa panggil aja. Aku ada dipojok Villa cari tempat buat pos." Madeva pergi menyusul laki-laki lain.

Vanya membeku beberapa saat.

"Posesif amat si anak Tuhan," suara Dita membuat Vanya tertawa dan tersenyum.

"Dia kenapa ya Dit? Kemarin pas gua ajak selesaiin dia ga mau, cuek ga jelas. Ini malah dari tadi pagi ngedeketin gua mulu. Gua bingung"

"Percaya sama gua Van. Tuh orang masih demen sama lo." Vanya menunduk. Benar kah?

"Bagi satu Van," Dita mengambil satu tusuk sosis dari tangan Vanya.

"Madev ganteng banget Dit"

"Ganteng sih iya, tapi kalo mulutnya kotor kayak kemarin buat apa?"

Perkataan Dita tadi membuat Vanya menggigit bibir bawahnya. Benar juga. Vanya memperhatikan punggung Madeva yang ada di ujung sana sambil memakan sosis yang tadi diberikan Madeva. Madeva sedang asik membersihkan dedaunan di bantu Jefran.

Kak Angin datang ke teras. "Mentor kumpul dulu dong, kita omongin buat kelompok pos nanti." Semua mentor berkumpul dan saling meneriaki temannya untuk membentuk lingkaran.

"Udah semua?"

"Udah Kak," jawab Madeva.

Kak Angin menghitung jumlah para mentor. "Ada 20 ya? Pas nih buat 5 pos, satu pos 4 orang. Madeva, Macell, Londra, dan Andika di pos 1, tentang sopan santun, di depan ujung kanan sana." Kak Angin menunjuk bagian depan pojok kanan teras Villa. "Jefran, Naurel, Sarah, dan Andira di pos 2, tentang pengetahuan umum, di bagian kanan kolam renang, berarti dibelakang. Bayu, Vanya, Dita, dan Clarisa di pos 3 tentang kekompakkan, nanti kalian dapet properti air garam, saya kasih nanti satu botol, posisi nya di bagian kiri kolam renang."

"Maaf Kak, di dekat tempat sampah sama kamar mandi?" tanya Clarisa.

"Iya." Vanya mengusap dada nya. Sial.

"Pos 4 sisa nya, isi nya seneng-seneng aja. Bebas. Posisi nya di bagian kiri Villa. Nanti pos 5 nya saya, Kak Andy, Kak Lintang, dan Kak Cia, tentang taekwondo, ada di lapangan basket. Paham semua?" semua mengangguk. "Oke, boleh bubar." Semua mentor berhamburan.

"Gais, bantuin gua dong buat acak-acak sendal sama sepatu anak-anak," ucap Clarisa—teman Macell.

Vanya dan Dita berniat membantu. Sambil memakan sisa sosis, Vanya menghamburkan sendal dan sepatu para peserta. Dita memilih sendal dan sepatu mentor agar tidak ikut di acak-acak.

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang