16

16 6 0
                                    

Vanya langsung tersadar sepenuhnya setelah mendapat kabar dari Jefran barusan. Dia mengikat rambutnya, mengganti piama menjadi baju kaos hitam lengan panjang dilapisi jaket hitam, hijab sport hitam, dan jeans navy pekat.

Vanya menuruni anak tangga pelan-pelan.

"Kak?"

Vanya memejamkan matanya. "Sial," batinnya. Vanya membalikkan badannya, terlihat Fany yang baru keluar dari kamar mandi. "Kamu mau kemana udah malem begini?"

"Ma, sekali lagi aja, izinin Vanya keluar malem. Madeva kecelakaan Ma,Vanya mau jenguk."

Fany menghampiri anak gadisnya tersebut. "Besok aja ya sayang? Sekarang udah jam 11 malem," Fany mengusap pelan pundak Vanya.

"Ga bisa. Vanya mau kesana."

Fany menghembuskan nafasnya. "Mama ga mau kamu kenapa-napa, kalo kena begal gimana?"

"Anak Mama atlit Taekwondo kalo Mama lupa"

Fanya mengusap kepala Vanya. "Oke, kamu kabarin Mama kalo udah sampe sana. Nyalahin motornya nanti aja kalo udah jauh dari rumah biar Papa ga kebangun. Nanti Mama bilang ke Papa kalo kamu dari subuh dijemput temen buat latihan"

Vanya memeluk Fany. "Makasih Ma. Vanya jalan dulu," Vanya mencium punggung tangan Fany. Fany mengangguk.

Vanya mengambil kunci motor dan helm nya. Vanya membuka pager perlahan-lahan, mengeluarkan motor ninja berwarna hitam dan menuntunnya pelan keluar rumah sembari menenteng helm full face berwarna hitamnya.

Siapa sangka gadis yang dikira manja dan selalu bersama Mama nya ini sebenernya tidak seperti demikian. Vanya sudah sejak lama bisa mengendarai motor besar seperti ini, namun Vanya lebih suka jika kemana-mana bersama Mama nya tercinta, selagi Fany masih bisa menemani Vanya.

Setelah melewati 5 rumah, Vanya menaiki motor dan menyalakannya. Terdengar raungan dari mesin motor ketika Vanya menarik gas, sudah lama Vanya tidak mendengar suara ini. Jalanan yang sepi membantu Vanya melajukan motor dengan kecepatan melebihi rata-rata. Pikiran Vanya kalut.

"Madeva sialan, ganggu waktu tidur gua aja!" ucap Vanya diatas motornya.

--

Hanya butuh waktu 15 menit hingga Vanya tiba di rumah sakit Mahardika yang cukup jauh dari rumah nya. Sambil menenteng helm di lengannya, Vanya berlari menuju meja resepsionis.

"Mba, pasien bernama Madeva Niel yang beru aja kecelakaan dimana ya?"

"Sebentar ya Kak saya cek dulu," petugas resepsionis berkutat dengan komputer didepannya.

"Pasien bernama Madeva Niel ada diruangan ICU Kak, ada di lantai 1 sebelah kiri, Kakak bisa ikutin petunjuk di dinding rumah sakit"

"Terimakasih Mba." Penjaga resepsionis tersebut tersenyum. Vanya berlari mencari ruangan ICU.

Setibanya dilorong ICU, Vanya melihat Jefran duduk dikursi rumah sakit.

"Jef?"

Jefran mengangkat kepalanya. "Vanya? Lu sama siapa kesini?"

"Sendiri," jawab Vanya ketus. "Gimana kejadiannya?"

"Gua, Madeva, dan Naurel ditantang balapan sama musuh gua. Dan gua iyain... Dan dengan bejatnya mereka nendang Madeva dan Naurel dari motor. So sorry Van, gua tau ini salah gua." Jefran tertunduk.

"Anjing! Lu tau ga sih kalo lu itu tolol!?" mata Vanya sudah berair saat ini, teriakannya bergetar menahan tangis. "Lo bahayain nyawa temen-temen lu Jefran Ishran!" Vanya terisak.

Jefran ikut menangis, bahu nya bergetar. "Maafin gua Van," ucapnya lirih.

"Bullshit." Vanya menghapus air matanya kasar. "Gimana keadaan Madeva sekarang?"

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang