29

19 8 0
                                    

"Ayo semua nya para mentor bantu suruh peserta turun ke lapangan," teriak Kak Angin.

Hujan sudah berhenti sejak 30 menit lalu, sekarang sudah pukul 16.30. Semua peserta dan panitia akan ikut serta lomba yang diciptakan oleh para Senior. Vanya membantu anak-anak kecil untuk berbaris di lapangan yang becek itu.

Sekarang sudah ada 4 barisan peserta disebelah kiri dan 4 barisan mentor disebelah kanan yang terpisah. Dita baris disamping Vanya, dibelakang Dita ada Londra. Mereka baris dipaling belakang. Dan di barisan Dita yang paling depan ada Madeva yang terpisah dari Jefran dan Naurel.

"Assalamualaikum semua nya," Kak Angin memberi salam, di samping Kak Angin ada Kak Andy yang mendampingi.

"Waalikumsalam," jawab para mentor dan peserta kompak.

"Oke, ada yang tau kita mau ngapain?"

"Mau main games," teriak anak-anak kecil.

"Iya betul banget. Jadi nanti ada games berupa yel-yel kelompok, harus buat lagu dan gerakannya ya. Nanti barisan satu dengan barisan lima jadi kelompok satu, barisan dua dengan barisan enam jadi kelompok dua, barisan tiga dengan barisan tujuh jadi kelompok tiga, barisan empat dengan barisan delapan jadi kelompok empat. Jadi mentor dan peserta digabung. Paham ya semua?"

Semua orang mengangguk paham.

"Yah kepisah kita Van," celetuk Londra.

"Ga ada yang gua kenal di kelompok gua-"

"Tapi mereka semua kenal lo, sans aja"

Kak Angin melanjutkan tata cara untuk menjadi pemenang games dan hadiah yang didapatkan.

Suara berisik dari mentor wanita membuat Vanya sedikit kesal, dia menatap barisan depan. Madeva dengan beberapa orang mentor wanita sedang bercanda. "Ih apa deh Dev?" itu suara Andira dengan gemulai menabok Madeva dan tertawa yang ditahan. Vanya mendengus geli melihat itu.

"Napa dah?" jawab Madeva.

"Bacot lo Dir." Tegur Macell.

"Van?" panggil Macell. Vanya menatap wanita bertubuh sedang dan gemuk dengan rambut terurai itu dengan tatapan tak tertarik.

"Eh sorry. Salken gua Macell, anak dari cabang SMP, temennya Andira. Itu Madeva cowo lu kan?" Vanya tidak merespon apa-apa. Andira berhenti menggoda Madeva, Madeva juga tetap diam.

"Itu anjir cowo lo digodain terus sama Andira, kok lu ga marah? Marahin aja"

Vanya menghembuskan nafas nya. "Biarin sih, peduli amat"

"Wayolo Dir, mampus"

"Ih Van, gue bercanda"

Vanya membuang muka nya. Cemburu? Tidak. Buat apa Vanya cemburu dengan wanita gatal seperti itu, lagi pula Madeva juga bukan siapa-siapa nya lagi, mungkin orang-orang disini belum tau mereka putus, selain teman-teman Vanya dan Jefran, dan Vanya juga tidak ada niat memberi tau. Dan tadi Madeva merespon Andira bukan? Jadi untuk apa Vanya hanya memarahi Andira, sedangkan Madeva terlihat enjoy.

"Oke langsung aja ya, kalian bisa kumpul buat diskusi, waktu kalian 15 menit. Kelompok satu di kanan belakang saya. Kelompok dua di kanan saya. Kelompok tiga di depan saya. Kelompok empat di kiri saya. Waktu di mulai dari sekarang!"

Semua orang berkumpul sesuai perintah. Vanya berjalan dengan langkah gontai, sedikit tidak semangat. Dia kebagian kelompok tiga bersama Macell.

Saat berjalan, Madeva malah menghampiri Vanya, bukan nya ikut ke sisi kiri Kak Angin dimana kelompok nya sudah membuat lingkaran. "Li." Vanya tidak merespon.

"Li..."

Vanya menoleh.

"Li, kamu marah?"

Vanya mengerutkan dahi nya, pertanyaan macam apa ini?

"Ga tau"

Madeva menyenggol bahu Vanya. "Ih serius Li. Kamu marah ya sama aku?"

"Ga," jawab Vanya singkat, dia mempercepat jalan nya menuju kelompok nya berkumpul.

"Li tar dulu," Madeva mencegat Vanya dengan berdiri didepannya.

Vanya membuang muka. "Apa lagi sih? Sana ke kelompok lu"

"Ih Lia marah," Madeva cemberut.

"Madeva!" Tegur Kak Angin. "Kelompok kamu dimana? Jangan pacaran mulu"

Vanya berdecak. "Malu-maluin, tau tempat maka nya!"

Madeva mengusap rambutnya, dia berlari menuju kelompoknya.

Vanya asik berdiskusi dengan kelompoknya, banyak orang yang mengeluarkan pikirannya, Vanya senang dengan orang-orang yang aktif.

"Oke ayo kita gladi"

Semua bernyanyi yel-yel dari lagu naik-naik ke puncak gunung, dan bertepuk tangan sambil jalan di tempat sesuai tempo. Mereka berhasil sesuai nada, kelompoknya tertawa dan saling bertepuk tangan.

Vanya melirik kelompok Madeva, mereka masih berfikir. Namun Madeva tidak ada di sana. Vanya mencari-cari keberadaan Madeva, kepalanya berputar. Saat menengok ke belakang, di sana, di atas gundukan tanah dan batu yang menjadi tangga, ada Madeva yang sedang jongkok memperhatikan Vanya.

"Hai Li," Madeva tersenyum pepsodent.

Vanya menganga. "Bisa-bisa nya ga ikut mikir?" batin Vanya.

"Semangat Lia!" Madeva mengepalkan tangan nya. Vanya membuang muka nya.

"Oke, waktu nya habis. Tolong baris kaya tadi yaaa." Semua mengikuti perintah Kak Angin.

"Kita mulai dari kelompok berapa nih? Ada yang mau maju duluan?"

Kelompok dua mengangkat tangannya. "Oke kelompok dua silakan maju." Anggota kelompok dua maju. Mereka baris dua saf dengan peserta yang kecil di depan, dan mentor yang besar di belakang.

"Silakan kelompok dua." Kelompok dua memulai yel-yel nya. Semua orang memperhatikan.

Setelah selesai penampilan kelompok dua, semua orang memberikan tepuk tangan.

Sekarang giliran kelompok satu yang maju duluan. Semua orang memperhatikan dan bertepuk tangan setelah selesai.

"Ayo kelompok empat maju," sekarang kelompok Madeva, Dita, dan Londra yang maju. Mereka menampilkan yel-yel dengan baik, kecuali Madeva yang benar-benar tak tau apa-apa, hanya asal ikut. Ya wajar, dia tidak ikut menimbrung tadi.

Semua orang tertawa melihat Madeva dan bertepuk tangan setelah selesai.

"Kelompok tiga silakan." Vanya dan kelompok nya maju. Saat melewati Madeva, Madeva menyenggol lengan kanan Vanya. "Semangat cantik." Vanya mengangguk.

Kelompok Vanya tampil dengan sempurna. Semua orang bertepuk tangan.

"Oke makasih buat partisipasinya ya semua. Karena semua nya bagus, saya bakal kasih beng-beng ini ke semua orang. Tolong dibagiin Kak Andy." Kak Andy mengangguk dan mulai membagikan beng-beng tersebut.

"Karena games kita udah selesai. Yang udah dapet beng-beng bisa langsung ke Villa atau melakukan hal lain. Sekarang jam bebas, sampai nanti abis sholat maghrib akan ada motivasi." Semua orang berhamburan.

"Li," suara itu lagi.

"Kamu ga sholat?" Madeva menyejajarkan langkahnya.

Vanya menggeleng. "Halangan"



GUA BAKAL UP 3 CHAPTERS, SO JANGAN LUPA VOTE YAH

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang