39

43 6 0
                                    

"Deva?" suara Nikela membuat Madeva memberhentikan sejenak game di ponsel nya. Dia duduk menatap Nikela yang masuk ke kamar nya.

"Kenapa Bun?" Nikela duduk dipinggir ranjang Madeva.

"Lia kemana? Bunda jarang denger dia lagi."

Madeva mengusap wajahnya. Sudah sebulan sejak kejadian gasuku itu. "Deva putus Bun..." ucap sang anak dengan lirih.

Nikela terkejut. "Kok ga cerita? Sejak kapan?" Nikela mendekatkan diri nya ke putra kesayangannya itu.

"Sebulan lalu."

"Karena?"

"Karena Yeri," Madeva menjeda kalimatnya. "Dan, Tuhan." Madeva tersenyum kecut.

Nikela memeluk Madeva, dia mengusap pelan rambut anak nya yang hitam lebat itu. "Yeri kenapa lagi?"

Madeva menghembuskan nafas nya, wajah nya berada di leher Nikela. "Cewe mana sih Bun yang kalo dikatain terus ga sakit hati? Lia sakit hati sama perkataan Yeri."

Nikela mengeratkan pelukannya. "Yeri udah minta maaf?"

"Ga tulus." Madeva menjawab ketus. Dia melepaskan diri dari pelukan Bunda nya.

Nikela menangkup rahang Madeva, membiarkan anak laki-laki nya yang tampan itu menatap diri nya. "Maafin kakak kamu ya?" Madeva diam tidak menjawab. "Deva?"

"Harusnya minta maaf ke Lia, bukan ke aku," Madeva membuang wajah nya.

Nikela menghembuskan nafas nya. "Ya udah, maafin Tuhan ya?" Madeva menatap Nikela bingung. Nikela tersenyum sebelum melanjutkan perkataannya. "Maafin Tuhan. Kamu mungkin merasa dipermainkan? Sebenernya Tuhan mempertemukan kalian karena alasan lain. Memang mungkin kalian bukan dialasankan untuk bersatu, tapi mungkin untuk pembelajaran kalian masing-masing. Kamu mau ngulang kisah yang sama, akhirnya juga akan sama. Makanya, Bunda yakin kalian masing-masing akan bersama orang baru pada akhirnya. Sabar ya? Tuhan sayang sama kamu." Madeva tertunduk.

"Deva jahat juga Bun," air mata sudah menggenang di pelupuk mata nya.

"Jahat kenapa?" Nikela bertanya lembut.

"Deva jahat karena Deva kasar sama Lia. Waktu Lia mau ngajak Deva ngobrol Deva malah ngejauh, sedangkan saat Lia menjauh untuk terbiasa Deva malah mendekat. Lia pasti merasa dipermainkan," suara Madeva bergetar menahan tangis. Tidak, dia tidak boleh terlihat lemah.

"Deva udah minta maaf?"

Madeva menggeleng. "Deva mau menghilang dulu dari hidup Lia, biarin Deva hukum diri Deva sendiri. Deva mau Lia tenang," Madeva tersenyum getir.

"Deva yakin?" Madeva mengangguk lesu.

"Ya sudah, Bunda tau kamu sudah dewasa, tau mana yang baik. Kalo ada apa-apa cerita sama Bunda ya?" Madeva mengangguk. "Bunda keluar dulu," Nikela berjalan keluar dari kamar.

Madeva merebahkan dirinya diposisi tengkurap. Air mata nya mulai luruh satu persatu.


🍁🍁🍁


Madeva membawa motornya diatas 100 km/h. Dibalik visor hitam nya ada air mata yang masih menggenang. Laki-laki dengan jaket hitam dan motor hitam itu membelah jalan menuju caffee biasanya berkumpul dengan teman-temannya.

Madeva benci melihat dirinya yang masih terus menangisi orang yang sama dikamar, jadi dia memutuskan mengajak teman-temannya untuk bertemu.

Dan disini lah dia sekarang, di sebuah caffee pinggir jalan yang dipenuhi suara tawa dan alunan musik dari penyanyi caffee. Madeva melepaskan helm full face nya. Dia melangkah di salah satu meja yang kosong. Duduk diam disana hingga pelayan menghampiri.

"Ice Capuccino aja mas satu." Pelayan itu mengangguk dan berjalan ke dapur membuatkan pesanan Madeva.

Madeva diam menatap keramaian caffee yang dipenuhi pasangan muda-mudi.

"Dor!" Jefran menepuk pundak Madeva. Madeva tidak merespon, hanya menoleh. Jefran dan Naurel saling tatap.

Naurel lebih dulu duduk dengan menggeser kursi agar lebih dekat dengan Madeva. "Napa lagi si bos?"

"Balapan Dev?" Naurel menatap Jefran tajam. Jefran mengangkat bahu tak acuh.

"Ck, argh," Madeva mengacak surai hitam nya. "Benci!" mata Madeva memerah.

"Naon anjir?"

"Gua masih ga bisa terima takdir Rel. Ga bisa." Madeva tertunduk.

"Please lah bro. Angkat pala lo. Jantan bukan? Masa nunduk mulu." Jefran jadi ikut kesal melihat sahabatnya ini.

"Ya gimana anjing! Gimana ga nunduk, hati gua aja masih keaduk-aduk," Madeva melirik sinis.

"Minum ada Jef?" Naurel sengaja mengalihkan topik sebelum kedua orang ini bertengkar lebih lanjut.

"Intinya kopi, anget." Naurel mengangguk dan memanggil pelayan.

Seorang pelayan menghampiri. "Pesan apa Kak?"

"Hot expresso dua"

"Baik, ditunggu sebentar ya Kak." Naurel mengangguk, pelayan itu pergi.

"Jadi lu mau rest sampai kapan Dev?"

Madeva mengangkat kepala nya. "3 bulan maybe? Bisa lebih."

"Lama juga-"

"Gua pengen menghilang sampai semua nya tenang Rel." Naurel mengangguk.

"Gua pernah denger nyokap ngomong tentang rasa ikhlas lewat ayat Alkitab." Madeva menatap Jefran, menunggu untuk mendengar kalimat selanjutnya. 

"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu."

Madeva memotong. "Efesus 4 : 2"




SATU PART LAGI ABIS GAIS HAHAHA!

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang