22

22 7 2
                                    

Tepat pukul 00.30, ketiga perjaka tersebut memasuki rumah Jefran yang sangat luas dan sepi. Suara jangkrik memenuhi telinga.

"Makan dulu bro? Masak mi?" Jefran berjalan menuju dapur menuju rak berisi banyak varian mi.

Madeva menggeleng. "Skip"

"Rebus satu Jef." Naurel berjalan menuju dapur menyusul Jefran, membatu tuan rumah menyiapkan makanan.

"Lo duluan aja ke kamar Dev." Madeva berjalan menaiki tangga dan mengarahkan tubuhnya menuju kamar Jefran. Dia membuka pintu, terlihat kamar yang sedikit berantakan itu sedikit dingin dengan ac yang tidak pernah dimatikan. Madeva melepas jaket dan menaruhnya diatas kursi belajar. Dia merebahkan dirinya diatas kasur lalu memejamkan mata yang terasa perih itu. Sekelebat bayangan rasa sakit saat kejadian Vanya mengucap kata 'putus' terputar ulang dengan sendirinya. Madeva mengerutkan keningnya, sakit sekali kepalanya. Tangannya berusaha mencari genggaman, dia meremas sprai kasur hingga sedikit berantakan. "Fu*k sakit." Madeva meremas dan menjambak rambutnya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit itu.

Tak lama kemudian, Naurel membuka pintu, dia melihat Madeva yang sedang merintih diatas kasur. "Eh anying. Lo kenapa?" Naurel meletakkan semangkuk mi nya di atas meja belajar di depan PC milik Jefran. Naurel duduk dikasur sebelah Madeva, berusaha menarik tangan Madeva untuk menghentikan Madeva yang sedang menjabak dirinya sendiri.

"Dev, stop woi!" teriak Naurel frustasi karena Madeva tak kunjung sadar. Tak lama kemudian Jefran datang dengan membawa satu piring penuh berisi mi goreng. Jefran menatap bingung ke arah Madeva.

"Bantuin anjir Jef, malah diem aja."

Jefran memukul kaki Madeva. "Bang sadar anjir." Mereka berdua panik.

Nafas Madeva mulai tersengal, tangannya mengendur. Madeva berusaha membuka matanya, dia menatap kedua sahabatnya yang penuh dengan muka panik. "Sakit banget Jef, Rel"

Jefran dan Naurel menghembuskan nafasnya. "Lihat Van, temen gua gila karena lo," batin Jefran.

Naurel mengambilkan Madeva segelas air putih dan memberikannya kepada Madeva. Madeva menegak isinya setengah. Naurel mengusap pelan punggung Madeva. "Sedih boleh Dev. Tapi jangan nyakitin diri sendiri ya?"

Madeva menunduk. "Sorry. Gua lemah banget ya?" Madeva mengangkat kepalanya dan menatap kedua sahabatnya itu.

Naurel menggeleng. "Laki-laki juga bisa lemah karena cewe yang dia sayangi Dev. Wajar"

Jefran merapihkan kasurnya. "Tidur Dev"

Madeva menggeleng. "Ayo main PS. Gua ga mau tidur"

Jefran dan Naurel saling tatap sebentar, namun Jefran berjalan menghidupkan PS dan tv besar dikamarnya. Naurel menepuk jidat. "Malah diturutin si anying"

Jefran menatap Naurel. "Dari pada dia gila lagi?" Jefran duduk di meja belajar dan memakan mi nya. Madeva duduk di depan tv dan mengambil stik PS. "Main sini Rel"

Naurel menatap Jefran. Jefran menaikan bahunya tak acuh, lanjut menyuap mi nya. Naurel memutar bolanya. Dia duduk disebelah Madeva dan mengambil stik PS satu lagi. Mereka bermain berdua.

Setelah sejam bermain berdua, Jefran bertukar dengan Naurel. Naurel melahap mi yang sudah mengembang dan tidak panas itu lagi.

Mereka masih bermain hingga pukul 3 pagi. Naurel sudah tepar duluan di kasur sejak satu jam lalu.

"Mata lu tidur Dev. Tidur sana, bebas dimana, nanti gua nyusul." Madeva mengangguk, tidak kuat menahan rasa kantuk ini. Madeva tidur diatas ranjang sebelah Naurel yang sudah mendengkur. Mata Madeva terlelap dengan cepat karena lelah mendukung kantuknya.

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang