Pagi yang sejuk dipenuhi awan dengan ukuran sedang menutupi matahari yang ingin menampakkan dirinya pada dasar bumi. Pagi yang sungguh membuat Vanya merasakan sensasi takut, ambisi, dan tekadnya untuk bertanding mulai meluap-luap. Sudah tiga bulan Vanya mempersiapkan diri untuk pertandingan ini. Kedua kalinya dia masuk ke kelas prestasi. Padahal jelas, umurnya dalam dunia Taekwondo baru menginjak 3 tahun, masih belum banyak jam terbang yang dia dapat. 2 tahun yang lalu, pertama kalinya Vanya mengikuti pertandingan pemula. Awal dengan hasil yang bagus untuk kemudian diberikan tanggungjawab melangkah ke kelas prestasi.
Vanya mendengarkan musik untuk menghilangkan perhatian dari rasa takutnya. Sungguh, jantungnya tidak bisa diam di dalam sana.
Hari ini Vanya menumpang di mobil teman Taekwondonya, Reifan. Di dalam sana ada Vanya, Fany, Reifan, Mama Reifan, dan Ayah Reifan yang memegang kendali mobi.
"Aduh macet, ga bakal gerak mcaet kaya gini. Panjang juga macetnya," ucap Ayah Reifan.
"Terus gimana? Ini ada yang dapet tanding partai lima. 15 menit lagi udah mau mulai partai satu. Ini head guard sama kita semua," ucap Mama Reifan membuat hawa panik makin meluap.
"Kak, kamu turun aja ya? Naik ojek ke sana" Fany memberi usul. Usul yang bagus, motor bisa melewati celah kecil dan sampai lebih cepat. Vanya menoleh kearah Fany dan mengangguk, jelas ini juga tanggungjawab dia, karena dia sudah mendapat gelar Sabeum dan membuat dia harus berpartisipasi aktif membangun clubnya.
"Biar Kakak yang turun," ucap Fany.
"Reifan, keluarin head guardnya di bagasi," Mama Reifan menyuruh Reifan yang duduk dikursi belakang. Reifan mengambilkan head guard di bagasi. Vanya turun dari mobil.
Dia hanya membawa waistbag dan satu kantong plastik besar berisi 7 head guard.
"Pagi yang buruk dengan tanggungjawab yang besar," ucap Vanya bermonolog.
Vanya berusaha membuka aplikasi ojek online di hp nya. Tiba-tiba ada seorang perempuan dengan motor beat berhenti didepannya.
"Kamu mau kemana?" tanya perempuan berumur 20 tahun.
"Aku mau tanding ke GOR depan Mba. Ini lagi pesan ojek"
"Sama saya aja mau? Saya juga sekalian lewat," ucap perempuan tersebut menawarkan diri.
Vanya melihat kondisi jalanan, suara klakson sana – sini, Vanya pasrah. "Oke deh Mba, ga ngerepotin kan?"
Perempuan tersebut tersenyum dibalik helmnya. "Ga kok. Ayo naik, kasian yang dibelakang nungguin"
Vanya menaiki motor tersebut. Perempuan tersebut dengan gesit melewati celah diantara mobil. Vanya membuka hpnya, 7 menit lagi? Apakah cukup? Vanya juga melihat pesan masuk dari Madeva. Entah lah dia tidak peduli, dia hanya peduli untuk tiba di GOR tepat waktu.
5 menit kemudian Vanya tiba di GOR tersebut, terlihat jelas penyebab macet pagi ini. Pintu masuk GOR yang dipenuhi mobil para atlit. Vanya turun dari motor. "Mba, makasih banyak ya, hati-hati dijalan"
Perempuan tersebut mengangguk. "Saya duluan ya Dek, semoga menang," perempuan tersebut pergi meninggalkan Vanya.
"AAAMIIIN MENANG. Ya Allah Kabul," jawab Vanya. Vanya berlari memasuki GOR, GOR yang sama dengan tempat menimbangnya kemarin. Vanya melihat banyak stand makanan yang dipenuhi anak kecil, stand perlengkapan Taekwondo, dan lain sebagainya.
Hp ditangannya bergetar. "Mama?" Vanya mengangkat telfon tersebut.
"Kenapa Ma?"
"Yang lain di tribun merah sebelah kanan Kak"
"Oke," Vanya mematikan telfon tersebut dan memasukkan hp ke kantung jaket pink nya. Vanya berlari menaiki tangga luar menuju tribun.
"Kenapa harus di GOR ini si, udah tangganya banyak, lantainya 3, naik turun," keluh Vanya sepanjang larinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama dan Norma
Lãng mạn"Dev, ayo temenin aku sholat" - Aulia Livanya "Tapi kan aku ga sholat Li" - Madeva Niel Ini tentang kisah dimana sebuah tatap yang akan menjadi prolog dari permulaan kisah seorang gadis bernama Livanya mengenal cinta pertamanya. Kisah pertama yang h...