Para mentor wanita benar-benar tidur seperti ikan asin. Saling menempel satu sama lain. Satu selimut untuk 3 orang, satu bantal untuk berdua.
Suara alarm terdengar nyaring di telinga, membuat semua mentor dan senior wanita mengulet. Kak Lintang segera mematikan alarm di hp nya itu. Dia memang sengaja menyalakannya dengan suara kencang agar langsung membangunkan seluruh orang diruangan itu. Vanya yang lebih dulu membuka mata nya. Dia membangunkan Dita dan Londra. "Dit, Lon, bangun," Vanya mengguncang kecil tubuh sahabat nya itu.
Dita bangun setelahnya, Londra bangun setelah Vanya menepuk paha Londra dengan sedikit keras.
"Jam berapa?" Londra mengusap mata nya.
"Setengah enam kaya nya"
"Yang mau sholat subuh langsung sholat ya," ucap Kak Lintang.
"Oke Kak," jawab para mentor dengan suara mengantuk.
Ada sebagian mentor yang malah tidur lagi.
"Ke teras yuk, pasti bagus sunrise nya," usul Vanya. Dita dan Londra mengangguk.
Dengan muka benar-benar baru bangun tidur, mereka bangkit mengambil jaket masing-masing dan berjalan keluar kamar. Vanya melihat banyak senior dan mentor laki-laki yang tidur di ruang tengah hanya beralaskan karpet.
"Itu Kak Andy belum sah kok malah tidur peluk-pelukan gitu sih?" Vanya juga bertanya hal yang sama seperti Dita barusan.
"Biarin lah Dit, mending keluar." Saat melewati pintu kamar laki-laki yang terbuka setengah, Vanya mengintip. Astaga benar-benar mereka tidur saling tindih satu sama lain. Dan yang lebih parah nya lagi, Madeva adalah mentor laki-laki satu-satunya yang tidur bersama anak-anak kecil.
"Ih gila ya Madev, bukannya ngalah..." ucap Vanya lirih. Dita dan Londra ikut mengintip. "Kek bocah. Padahal Jefran sama Naurel tidur di tengah, dasar," celetuk Londra. Vanya mengangguk.
Mereka menginjak lantai teras yang begitu dingin. Suara jangkrik dan burung bunyi bersamaan. Kabut menyelinap diantara dedaunan hijau. Langit mulai memerah, matahari mulai bersinar dibalik kabut dan awan.
"Subhanallah, bagus banget..." Mata Vanya, Dita, dan Londra langsung segar melihat pemandangan ini.
Vanya mengambil beberapa gambar, Vanya memang suka mengambil gambar pemandangan atau lingkungan sekitar dengan ponsel nya. Memang hasil nya tidak sebagus menggunakan kamera, tapi hasil yang Vanya ciptakan juga tidak kalah bagus. Dita ikut mengambil beberapa gambar.
"Eh, mau ke balkon belakang, kayanya bagus"
"Ikut Van," Dita menyusul. Londra hanya ikut.
Benar saja, pemandangan belakang Villa lebih bagus. Bukit dengan beberapa Villa diatasnya terlihat jelas dengan sedikit kabut pagi menyelimuti. Udara terasa lebih segar.
"Gilaaa, betah deh gua disini," Vanya memejamkan matanya, merasakan hembusan angin yang berlalu lalang.
"Setuju. Mak ayo beli rumah disini." Dita dan Vanya tertawa.
"Eh ngapain? Ayo berenang lah," suara bapak Fira membuat Vanya dan sahabatnya menoleh ke belakang.
"Ih, dingin om. Ga mau," Dita menolak dengan tegas.
"Enak dong"
"Ga!" DItolak mentah-mentah seperti itu membuat bapak Fira pergi.
Vanya dan Londra tertawa. "Keknya kita harus kabur Lon"
"Nanti Van, tunggu waktu." Vanya terkekeh.
"Awas lu berdua," ancam Dita. Vanya memeletkan lidah nya. Dita memasang muka kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama dan Norma
Romance"Dev, ayo temenin aku sholat" - Aulia Livanya "Tapi kan aku ga sholat Li" - Madeva Niel Ini tentang kisah dimana sebuah tatap yang akan menjadi prolog dari permulaan kisah seorang gadis bernama Livanya mengenal cinta pertamanya. Kisah pertama yang h...