37

19 7 1
                                    

Vanya merasa rambutnya sudah lebih kering, dia memutuskan menguncir rambut nya lalu lanjut mengemas barang-barangnya. "Aus ga sih? Gua ke bawah ya ambil minum" Dita dan Londra mengangguk.

Vanya keluar dari kamar, dia melihat Madeva tidur telentang di ruang tengah lantai 2 sendirian di atas karpet. "Cape banget kayaknya, biarin deh jangan dibangunin," Vanya berlalu dan menuruni tangga menuju dapur. Dia mencari minuman.

5 menit Vanya asik menikmati minumannya sambil menyaksikan para peserta berlarian bermain kejar-kejaran. Vanya kembali ke lantai 2, dia memasuki kamar mentor, Dita dan Londra sudah tidak ada. Vanya bertanya kepada Clarisa.

"Clar. Dita sama Londra kemana?"

"Oh tadi gua liat mereka turun ke bawah bawa tas"

"Oh, tas nya udah pada di bawah ya?"

"Iya, sebagian udah di bawah"

"Oke. Makasih," Vanya langsung membawa tas nya untuk turun ke lantai satu. Lantai tangga sangat licin, banyak para peserta dan mentor yang masih dalam keadaan basah dari dalam kamar mandi tapi malah memaksakan diri naik ke lantai 2. Vanya berusaha berpegangan.

Dia menuju ruang tengah lantai bawah, disana ada Dita, Londra, dan Ibu-Ibu mereka yang sibuk membereskan barang. Vanya harus membereskan sisa barangnya sendiri, Mama tidak ikut, dia harus mandiri.

"Vanya"

Vanya menoleh. "Eh Kak Angin, kenapa Kak?"

"Madeva mana?" Kak Angin berdiri di sebelah Vanya.

"Tidur Kak"

"Aduh. Udah mandi dia? Udah beres-beres?"

Vanya meneguk ludah nya. "Eee... Aku ga tau Kak"

"Tolong bangunin Van. Ini upacara udah sebentar lagi"

Tiba-tiba Jefran dan Naurel lewat. "Jef, Rel, bangunin Madeva dong, gua masih packing barang." Vanya tersenyum pepsodent.

"Ogah, lu aja Van. Dia kebo," Naurel menolak. Jefran dan Naurel pergi.

"Tolong Vanya," ucap Kak Angin tegas.

Vanya tersenyum. "Oke Kak. Sebentar aku beres-beres dulu," Vanya mempercepat beres-beresnya. Kak Angin pergi meninggalkan Vanya.

"Dobok nya dipake jangan lupa Van," Mama Dita mengingatkan. Vanya mengangguk. Dia memakai celana Taekwondo nya, sabuk dan baju nya masih dia pegang. Dia langsung menaiki tangga dengan cepat. Madeva bisa kena omel.

Sesampainya di lantai 2, Vanya melihat Madeva yang masih tertidur pulas.

Vanya menghampiri Madeva. Dia menendang pelan betis Madeva yang tidak luka. "Bangun heh!"

Madeva hanya mengulet sebentar lalu merem lagi. Vanya kesal, dia berjongkok lalu menggoyangkan kaki Madeva. "Bangun Madev!"

Madeva membuka mata nya perlahan. "Hmmm, ngantuk Li, cape aku," Madeva memejamkan mata nya lagi.

"Ga ada ih, ayo bangun," Vanya mengguncang tubuh Madeva. "Mau upacara, lu belum beres-beres barang lu kan? Ayo gua bantuin."

Madeva membuka mata nya, dia tersenyum lebar. "Bener ya? Oke ayo," Madeva langsung terduduk dengan wajah bahagia. Vanya mendengus.

Akhirnya Madeva dan Vanya memasuki kamar laki-laki yang sudah kosong itu. Kamar-kamar sudah dibereskan lagi ke posisi awal. Sprei, bantal, guling, disusun kembali. Vanya dan Madeva berjongkok untuk membereskan isi tas Madeva. Vanya melipat hoodie dan baju Madeva lainnya. Madeva mengambil handuk dan perlengkapan lainnya yang tercecer. 10 menit mereka merapihkan barang, akhirnya tas hitam itu sudah kembali seperti awal.

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang