Semua peserta dan mentor sudah berkumpul di ruang tengah lantai dua. Ternyata selama para peserta dan mentor bermain game tadi, Sabeum dan para bapak-bapak membereskan ruang tengah, mereka menggelar karpet, memasang sound system, dan memasang projector.
Laki-laki duduk di depan, perempuan duduk di belakang. Mentor di sebelah kanan, peserta di sebelah kiri. Vanya duduk diantara Dita dan Londra. Terpisah 70 cm di depan Vanya persis ada Madeva, Jefran, dan Naurel. Disebelah Londra ada Macell, Andira, dan teman-temannya.
"Assalamualaikum semua adik-adik. Kenalin saya Kak Bima, saya senior yang udah lama ga latihan lagi karena udah sibuk kerja, sibuk kuliah, dan lain-lain. Salam kenal semua"
Semua orang menyimak, kecuali Macell, Andira dan teman-temannya yang masih saja mengobrol.
"Eh kemarin bias gua update anjir, cakep banget." Teriak Macell.
"Ih sama anjir," sahut Andira dan yang lainnya.
"Bacot bat dah," bisik Vanya yang terdengar oleh Dita dan Londra.
"Jamet, biasa"
"Temen lu Lon"
"Ogah. Lu aja Dit"
Vanya mengusap wajahnya. "Udah jangan ikut ribut." Dita dan Londra diam.
Mereka menyimak projector yang menampilkan sekema alur menuju kesukesasan.
"Disini siapa yang cita-cita nya jadi atlit PelatNas?" tanya Kak Bima.
Banyak sekali yang mengangkat tangan, namun Vanya dan teman-temannya tetap diam.
"Banyak ya, saya doain kalian bisa masuk pelatnas semua nya."
Semua orang berteriak aamiin.
"Nah, disini ada skema alur menuju kesuksesan. Kenapa sih atlit taekwondo harus capek-capek latihan, kaki luka-luka, muka ditendangin? Karena tidak ada hasil tanpa proses. Yang namanya hasil yang besar harus ada perjuangan mati-matian." Kak Bima dengan nada percaya diri terus berbicara, namun Andira dan teman-temannya masih saja berisik.
"Ga mood banget gua. Salah tempat duduk fix," keluh Vanya.
"Sama anjir," Dita menyetujui.
Selama kurang lebih 15 menit Kak Bima masih terus melanjutkan penjelasan mengenai powerpoint yang terus ditayangkan, Kak Bima juga terus memberikan kata-kata motivasi.
"Ini kamu siapa nama nya?" Kak Bima menunjuk Madeva yang sedang tertawa bersama anak-anak kecil.
"Dev," Jefran menyenggol lengan Madeva. Madeva menoleh dan berhenti bercanda.
"Saya?" Madeva menunjuk diri nya sendiri.
"Iya. Kamu bisa diem?"
Madeva menggaruk rambutnya kikuk. "Bisa Kak, maaf." Kak Bima mengangguk.
Andira, Macell dan teman-temannya tertawa melihat Madeva diomelin begitu. Madeva memperhatikan Kak Bima yang sedang menerangkan.
"Napa dah? Caper amat jamet," sindir Dita dengan suara lirih. Vanya terkekeh sinis.
"Fix tuh geng Macell demen sama Madeva or Jefran," sambung Londra.
15 menit setelahnya Madeva menguap dan Kak Bima melihatnya. "Kamu, yang tadi bercanda. Ngantuk?"
Madeva langsung mengusap matanya. "Ngantuk cuci muka sana."
Madeva menggeleng. "Ga kok."
"Eh, gua mau pipis," Vanya berbisik ke Dita.
"Izin aja, tuh ada Kak Angin di belakang." Vanya menoleh ke belakang, ada Kak Angin dan Kak Ica. Vanya berdiri dan berjalan ke belakang.
Vanya berjongkok agar sopan. "Kak Angin." Kak Angin menoleh. "Saya izin ke toilet ya, kebelet"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama dan Norma
Romantik"Dev, ayo temenin aku sholat" - Aulia Livanya "Tapi kan aku ga sholat Li" - Madeva Niel Ini tentang kisah dimana sebuah tatap yang akan menjadi prolog dari permulaan kisah seorang gadis bernama Livanya mengenal cinta pertamanya. Kisah pertama yang h...