4 bulan berlalu. Madeva, Jefran, dan Naurel benar-benar sangat jarang latihan, bahkan bisa hanya satu bulan satu kali latihan. Madeva benar-benar membuat kalimat nya nyata. Tapi Vanya berusaha tegar melawan kenyataan, bukan memilih kabur seperti Madeva. Dia tetap latihan seperti biasa, membiasakan diri dengan suasana baru tanpa Madeva. 4 bulan lalu, selama sebulan, Vanya masih berkutat dengan rasa sedihnya. Menjauhi semua laki-laki yang ingin mendekati hidup nya, menolak semua yang ingin menjadikannya kekasih. Vanya masih takut. Rasa trauma itu muncul dan berkepanjangan. Selama satu bulan penuh, di sepanjang malam sebelum tidur, Vanya selalu teringat bagaimana Madeva membentaknya, dia hingga pasrah tentang semua nya. Membiarkan waktu menghapuskan sisa sakit yang ada.
"Van, jangan bengong," Dita menyenggol lengan Vanya.
Vanya tersadar. Dia menatap sekeliling, orang-orang mulai berdatangan untuk latihan malam ini. Di tempat ini, tempat pertama mereka melempar tatap. Tempat yang menjadi saksi bisu bagaimana hati dari dua orang saling jatuh.
"Anjing!" Vanya menoleh ke arah Dita yang sedang menatap pintu masuk. Vanya menyipitkan mata nya. Terlihat dua orang laki-laki berjalan beriringan.
"Siapa Dit?"
"Deva nying! Lo ga keliatan?" Vanya menggeleng dan membeku seketika.
"Ah ngapain dateng sih. Udah enak tanpa dia," Londra mengeluh.
"Guys, tau ga?" Dita dan Londra menoleh, menatap Vanya dengan tatapan tak sabar. "Gua tadi di jalan tiba-tiba kepikiran Madeva, eh dia dateng..." Vanya tertunduk.
"Lu ngapain mikirin dia sih?" Dita terlihat kesal.
"Betul!"
Vanya memanyunkan bibir nya.
Mereka latihan seperti biasa. Namun Vanya dan Madeva tidak seperti biasa. Mereka benar-benar terpisah. Vanya lebih banyak diam dibandingkan biasa nya, Madeva juga lebih diam dari sebelumnya.
Vanya dan Madeva sama sekali tidak melempar tatap ataupun ucapan. Biarlah mereka sama-sama menikmati takdir yang memang seharusnya terjadi. Biarkan angin berbicara ditengah kehampaan diantara keduanya.
Mereka benar-benar dibatasi dinding yang sekarang lebih terasa nyata dibandingkan sebelumnya.
"Lia, aku mau kabur aja rasa nya. Ga kuat disini harus diem-dieman sama kamu," batin Madeva.
"Madev, aku mau hancurin tempat ini. Aku pusing setiap datang kesini dan ngeliat setiap isi nya, selalu ada kamu didalamnya," batin Vanya.
EPILOG DIKIT GAPAPA LAH YA, BESOK GUA BAKAL BUAT EXTRA PART YANG BANYAK.
OIYA, GIMANA NIH TANGGAPANNYA TENTANG CERITA "PERTAMA DAN NORMA"? TOLONG BANGET KOMEN KRITIK DAN SARAN TENTANG CERITA INI. SUPAYA GUA SEBAGAI AUTHOR BISA EVALUASI BUAT CERITA SELANJUTNYA.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama dan Norma
Romantik"Dev, ayo temenin aku sholat" - Aulia Livanya "Tapi kan aku ga sholat Li" - Madeva Niel Ini tentang kisah dimana sebuah tatap yang akan menjadi prolog dari permulaan kisah seorang gadis bernama Livanya mengenal cinta pertamanya. Kisah pertama yang h...